Arah Kebijakan RIBK, JKN, dan SPM Kesehatan: Dorong Pemahaman Komprehensif Analis Kebijakan

276

Jakarta – Komunitas Belajar Analis Kebijakan Kementerian Kesehatan kembali menyelenggarakan Webinar BIJAKes Seri ke-4 dengan tema Isu-Isu Kebijakan di Unit Utama Kementerian Kesehatan. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari seri sebelumnya, hasil kerja sama antara Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) dengan Pusat Pengembangan Kompetensi Aparatur, dan dilaksanakan secara virtual pada Selasa (24/6).

Webinar ini merupakan wahana pembelajaran strategis bagi para analis kebijakan dan jabatan fungsional lainnya di lingkungan Kementerian Kesehatan untuk memahami arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional tahun 2025–2029.

Dalam sambutan pembukaan, Ika Kartika, SKM, Ketua Tim Kerja Organisasi dan Sumber Daya Manusia, Sekretariat BKPK menyampaikan, Melalui kegiatan webinar ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kompetensi, karena dalam forum ini para analis kebijakan dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, khususnya dalam perumusan, pelaksanaan, serta evaluasi kebijakan kesehatan.

Webinar menghadirkan tiga narasumber kunci yang membahas arah kebijakan prioritas Kemenkes dalam Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan Implementasi Kebijakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan.

Baca Juga  Penguatan Sistem Kesehatan Global untuk Persiapan yang Lebih Baik Menghadapi Pandemi

Materi pertama disampaikan oleh Galih Putri, SKM, MPA, Ketua Tim Kerja Perencanaan I, Biro Perencanaan dan Anggaran Setjen Kemenkes. Galih menjelaskan bahwa RIBK 2025–2029 adalah dokumen strategis yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan Presiden dan menjadi turunan dari RPJMN 2025–2029. RIBK bertujuan menyelaraskan perencanaan kebijakan kesehatan di tingkat pusat dan daerah dengan prinsip penganggaran berbasis kinerja.

RIBK merupakan amanah dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Dalam UU tersebut, ketentuan alokasi anggaran minimal 5% dari APBN dan 10% dari APBD dihapus, dan digantikan dengan kewajiban bagi pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun anggaran berdasarkan program prioritas nasional yang tercantum dalam RIBK,” jelas Galih.

Galih menambahkan bahwa RIBK disusun setiap lima tahun, mengacu pada RPJPN 30 tahunan, dan menjadi acuan utama bagi seluruh pihak, termasuk mitra pembangunan seperti lembaga donor dan swasta.

Pemateri kedua Febriansyah Budi Pratama, SKM, Analis Kebijakan Ahli Muda dari Pusat Pembiayaan Kesehatan menekankan pentingnya penguatan JKN dalam mewujudkan Universal Health Coverage (UHC). Hingga 2024, cakupan kepesertaan JKN telah mencapai hampir 98%, namun tantangan masih ada pada peningkatan peserta aktif, kualitas layanan primer, dan pengelolaan beban biaya layanan rujukan.

Baca Juga  Angka Stunting Tahun 2022 Turun Menjadi 21,6 Persen

Kesuksesan JKN tidak hanya dilihat dari jumlah peserta, tetapi juga dari seberapa andal program ini dalam memberikan perlindungan finansial. Kalau kita masih harus mengeluarkan uang dari kantong sendiri saat sakit, berarti JKN belum berhasil. Itu indikator utama yang diukur dunia,” ungkapnya.

Febriyansah juga menekankan bahwa layanan primer harus mampu menjadi garda terdepan yang efektif dan efisien, serta pentingnya strategi promotif dan preventif, khususnya untuk mengurangi beban penyakit kronis seperti jantung dan diabetes.

Paparan ketiga disampaikan oleh Riati Anggriani, SH, MARS, M.Hum, Analis Kebijakan Ahli Utama dari Pusat Kebijakan Strategi dan Tata Kelola Kesehatan Global, yang memaparkan kebijakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan sesuai Permenkes Nomor 6 Tahun 2024.

Baca Juga  Sinergi Lintas Sektor untuk RIBK 2025–2029, BKPK Hadirkan Forum Nasional

“SPM adalah jaminan konstitusional setiap warga negara untuk mendapatkan layanan dasar kesehatan. Implementasi SPM bukanlah pilihan, melainkan kewajiban bagi pemerintah daerah,” tegas Riati.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah, propinsi, kabupaten dan swasta wajib menerapkan SPM yang merupakan layanan dasar yang dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan.   kemudian pelayanan dasar dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dan didukung oleh kader

Riati juga menekankan pentingnya integrasi perencanaan dan penganggaran daerah ke dalam sistem SPM serta sinergi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) untuk mencapai target layanan dasar.

Webinar ini diikuti oleh peserta dari berbagai unit kerja pusat dan daerah yang aktif berdiskusi terkait isu strategis dan teknis implementasi kebijakan. Webinar BIJAKes Seri 4 menjadi ruang pembelajaran berkelanjutan untuk memperkuat kapasitas analis kebijakan kesehatan agar mampu merespons tantangan berbasis data dan berpihak pada masyarakat. (Penulis: Irwan Fazar, Editor Timker HDI dan Timker OSDM)