Policy Brief 2023

Sebagai wujud kontribusi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) dalam mendukung pembangunan kesehatan nasional, berbagai rekomendasi kebijakan telah dihasilkan sepanjang tahun 2023. Halaman ini menyajikan ringkasan kebijakan strategis yang berangkat dari hasil kajian dan analisis berbasis bukti, untuk mendorong pengambilan keputusan yang tepat di sektor kesehatan.

Ringkasan Eksekutif : Berkaca dari kejadian Kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA), bi-weekly analysis ini menekankan pentingnya dilakukan farmakovigilans aktif pada obat yang sudah beredar di Indonesia. Rekomendasi ditujukan kepada BPOM dan Kementerian Kesehatan, agar lebih menyempurnakan pelaksanaan farmakovigilans yang selama ini sudah ada.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Keterbatasan kemampuan pemerintah untuk menjalankan sistem kesehatan merupakan salah satu penyebab munculnya pelaksana dari sektor swasta. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah dituntut untuk menggunakan beberapa alternatif pendanaan, salah satunya mengunakan skema kerjasama pembangunan yang melibatkan pihak swasta atau dikenal sebagai Public Private Partnership (PPP). Fakta menunjukkan bahwa terdapat 268 (52,14%) Kabupaten/kota yang melakukan Kemitraan Pemerintah dengan Swasta (KPS), baik pada fiskal rendah, sedang maupun tinggi.

Bentuk Kerjasama di rumah sakit umumnya bersiafat Kerjasama operasional (KSO), sedangkan di puskesmas bersifat insidensil dalam bentuk Kerjasama tanggung jawab sosial atau Coorporate Social Responsibility (CSR) dengan perusahaan di wilayahnya. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2018 dan Permenkes Nomor 27 tahun 2022 yang menjadi dasar pelaksanaan Kerjasama Pemerintah sektor swasta baik infrastruktur maupun noninfrastruktur dalam penyediaan layanan kesehatan di Indonesia.

Dalam upaya percepatan implementasi kemitraan pemerintah dengan swasta untuk mendukung pembiayaan dan pelayanan Kesehatan, khususnya dalam bidang noninfrastruktur Kesehatan maka direkomendasikan untuk segera membentuk Komite Pengelola Kemitraan Pemerintah dengan Swasta (KPS).

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Indonesia masih menghadapi situasi kronis kekurangan tenaga kesehatan khususnya dokter dan dokter spesialis dalam waktu panjang. Pemerintah menargetkan penambahan sekitar 130.000 tenaga dokter untuk mengejar target rasio 1 per 1000 penduduk. Namun untuk mencapainya kita masih terhambat oleh 3 (tiga) kendala utama. Pertama, belum terintegrasinya basis data ketersediaan, kebutuhan, kuota pendidikan dokter dan dokter spesialis dari hulu ke hilir sebagai dasar perencanaan. Kedua, komunikasi dan koordinasi yang belum optimal dalam proses pembelajaran klinik. Ketiga, belum adanya perangkat regulasi yang membahas peran pemda dan stakeholder penting lainnya .Kajian ini merekomendasikan kebijakan transformatif yakni penguatan kesiapan adaptasi kebijakan peningkatan kuota pendidikan dokter dan dokter spesialis khususnya dari sisi wahana pendidikan dan pemerintah daerah. Adapun strategi operasional kebijakan tersebut: 1) Verifikasi kebutuhan dokter dan dokter spesialis di daerah; 2) FK mengirimkan peserta didik ke wahana pendidikan sesuai dengan kapasitas RS pendidikan; 3) FK memprioritaskan peserta pendidikan yang berasal dari fasilitas kesehatan yang kekurangan dokter dan dokter spesialis, serta 4) Kepala daerah, direktur RS pendidikan, dan dekan FK membuat komitmen tertulis untuk mengatur implementasi rencana pendayagunaan dokter dan dokter spesialis.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Puskesmas dipimpin oleh Kepala Puskesmas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kepala Puskesmas merupakan penanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan kegiatan di Puskesmas, pembinaan kepegawaian di satuan kerjanya, pengelolaan keuangan, dan pengelolaan bangunan, prasarana, dan peralatan. Kepala Puskesmas diangkat dan diberhentikan oleh bupati/wali kota.

Salah satu persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas, untuk dapat diangkat sebagai Kepala Puskesmas harus memenuhi persyaratan yaitu memiliki kemampuan manajemen di bidang kesehatan masyarakat. Melalui integrasi pelayanan kesehatan primer, yang mendukung transformasi layanan primer,dan transformasi sumberdaya manusia kesehatan,peran Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya menjadi semakin penting. Oleh karenanya penguatan dan pengembangan kompetensi Kepala Puskesmas perlu mendapatkan perhatian dan dukungan pula dari Pemerintah Daerah,baik kompetensi manajemen maupun teknis.

Untuk pelaksanaaan pelatihan manajemen puskesmas telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44Tahun 2016 yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas yang sudah dicabut dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019. Selain itu untuk pelatihan teknis organisasi perangkat daerah telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2020 tentang Standar Kompetensi Teknis Pejabat Perangkat Daerah Bidang Kesehatan. Hasil kajian “Penguatan Peran Daerah Dalam Pengembangan Kompetensi Kepala Puskesmas” yang dilaksanakan oleh Tim Kerja Desentralisasi Kesehatan, Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan nomor dua di Indonesia pada tahun 20191. Pemasangan stent dengan prosedur Intervensi Koroner Perkutan (IKP) telah menghabiskan sekitar Rp. 1,45 triliun per tahun dengan rata-rata 36.248 prosedur di tahun 2018-20202. Kementerian Kesehatan telah melakukan assesment pertama di Indonesia untuk mengevaluasi proporsi kelayakan pemasangan stent menggunakan Appropriate Use Criteria (AUC) untuk revaskularisasi koroner pada pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) dan Angina Pektoris Stabil (APS)3, dan berdasarkan bukti ini, maka Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) merekomendasikan penerapan instrumen AUC untuk meningkatkan kelayakan/appropriateness pemasangan stent, termasuk penataan sistem registrasi data penyakit jantung. Sampai saat ini, pedoman tatalaksana PJK belum secara spesifik mencantumkan penilaian appropriateness pemasangan stent dalam bentuk skoring. PERKI dan PAPDI mempunyai peranan yang penting dalam menghasilkan instrumen AUC di Indonesia. Sebagai langkah utama, penetapan PNPK APS oleh Kementerian Kesehatan perlu disusun segera bersama Organisasi Profesi PERKI dan PAPDI. Dalam PNPK APS tersebut harus mencantumkan poinpoin klinis dan pemeriksaan yang diperlukan dalam penilaian kelayakan tindakan IKP yang mengacu pada instrumen AUC yang dipakai dalam HTА.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Provinsi Papua Barat Daya sebagai sebuah provinsi baru dalam tatanan desentralisasi pemerintahan Indonesia perlu memperkuat transformasi sistem kesehatan, khususnya layanan kesehatan primer dimana semua orang dimanapun berhak mencapai tingkat kesehatan tertinggi. Tingkat kesehatan masyarakat Papua Barat, sebagai provinsi induk Papua Barat Daya, belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta stunting yang berada di atas angka nasional. Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan analisis situasi menggunakan WHO six building blocks terkait layanan kesehatan primer di Papua Barat Daya sebagai salah satu dasar perencanaan pembangunan kesehatan. Cakupan hampir seluruh program prioritas layanan kesehatan primer Papua Barat Daya tidak mencapai target Renstra dan atau angka nasional serta banyak data yang tidak lengkap. Pilar-pilar sistem kesehatan Papua Barat Daya dinilai masih belum kokoh dan harus mendapatkan penguatan serta pendampingan dari pemerintah pusat. Prioritas pembangunan kesehatan Papua Barat Daya seyogyanya difokuskan pada layanan kesehatan primer melalui pemenuhan tata kelola, infrastuktur mendasar dan penjaminan sumber daya dengan dukungan pemberdayaan masyarakat, serta pendampingan dan dukungan penuh dari pemerintah pusat.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Saat ini terjadi tidak meratanya dokter spesialis yang berdampak pada tidak optimalnya pelayanan pada kesehatan masyarakat di tingakt pelayanan rujukan. Kementerian Kesehatan telah memiliki Program adaptasi dokter spesialis WNI LLN yang salah satu tujuannya adalah untuk mengatasi masalah tersebut. Pendayagunaan tenaga kesehatan WNI LLN khususnya dokter spesialis diharapkan dapat menjadi opsi Pemerintah dalam upaya pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan rujukan secara nasional. Peraturan Menteri Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pendayagunaan Dokter Spesialis Warga Negara Indonesia (WNI) Lulusan Luar Negeri (LLN), bahwa salah satu hak dr.Sp.WNI LLN adalah mendapatkan Insentif, selainjasa pelayanan (Ps.21). Rekomendasi kebijakan yang diajukan adalah Dirjen Nakes perlu mengeluarkan regulasi standar insentif dokter spesialis PNS, non-PNS, dan dokter spesialis WNI lulusan luar negeri. Standar insentif yang disusun dengan mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah, wilayah kerja DTPK/sulit/tidak diminati, tunjangan kemahalan, ketersediaan kasus yang ditangani, serta kelangkaan spesialistik. Standar insentif/regulasi akan mendorong peningkatan distribusi dan retensi dokter spesialis di daerah. Diperlukan pula revisi Permenkes no. 14 tahun 2022 pasal 21 atau pada pasal 30 oleh Dirjen nakes yang semula hanya mengatur insentif dari pendanaan pemerintah pusat ditambahkan kalimat tambahan insentif dokter spesialis dari pendanaan pemerintah daerah sebagai acuan daerah ke depan. Upaya tersebut diharapkan akan memperkecil kesenjangan takehome pay antar dokter spesialis sejenisyang berbeda status (dokter spesialis PNS, PGDS, dan dokterspesialis WNI LLN).

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Peran pembiayaan kesehatan dalam implementasi SPM kesehatan bidang bencana masih belum prioritas, meskipun SPM tersbut merupakan menjadi urusan pemerintahan wajib terhadap pelayanan dasar sebagai prioritas daerah, sesuai amanah undang-undang No.23/2014, tentang Pemerintahan Daerah dan dukungan pedanaan, sesuai amanat PP No.2/2018 tentang Standart Pelayanan Minimal. Permendagri No.59/2021, menjelaskan SPM kesehatan bidang bencana merupakan tanggung jawab provinsi. Disisi lain ada pembagian status keadaan darurat bencana, sesuai UU No.24/2007 tentang penanggulangan bencana, dibagi 3 yaitu status bencana level kabupaten, provinsi dan nasional.

Pada status bencana level kabupaten/kota, maka hanya kabupaten/kota yang bertanggung jawab menanggulangi bencanan tersebut bukan provinsi, sehingga SPM bencana tidakbisa dilaksanakan. Atas dasar itu, maka perlu disampaikan rekomendensi kebijakan peran pembiayaan kesehatan dalam mendukung implementasi SPM Bidang Kesehatan Akibat Bencana Di Daerah dari hasil kajian lapangan. Solusi, agar peran pembiayaan dalam implementasi SPM Kesehatan bidang bencana memenuhi amanat Permendagri 59/2021 adalah mewajibkan SPM tersebut sebagai program prioritas daerah dengan didukung pembiayaan dengan jumlah yang cukup dan tepat alokasi. Revisi Permendagri No.59/2021, pasal 3 huruf c tentang penanganan bencana tanggung jawab provinsi harus menjadi tanggung jawab kabupaten/kota, hal ini sesuai ketentuan BPBD kabupaten/kota bertanggung jawab penanggulangan bencana di level status bencana Kabupaten/Kota. Atau perlu ada pedoman/SOP pembagian tugas kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Katarak merupakan penyebab kebutaan tertinggi di Indonesia. Kebutaan pada katarak bisa diantisipasi dengan tindakan operasi katarak. Salah satu teknik tindakan operasi katarak adalah phacoemulsification. Dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), operasi katarak termasuk paket manfaat yang dijamin, dimana teknik yang direkomendasikan adalah phacoemulsification. Hal ini menyebabkan utilisasi dan pembiayaan tindakan phacoemulsification meningkat daripada jenis teknik operasi katarak lain seperti Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE). Sebuah studi Evaluasi Ekonomi yang mengulas teknik phacoemulsification vs ECCE menghasilkan bahwa phacoemulsification telah terbukti lebih cost-effective daripada tindakan ECCE dengan perbaikan hasil visual acuity terbaik tak terkoreksi (UCVA) pada 1-2 bulan pascaoperasi¹. Di sisi lain terdapat tantangan dalam implementasi teknik phacoemulsification, yaitu isu pemerataan layanan (equity). Teknik phacoemulsification lebih banyak dilakukan di kota besar Indonesia bagian barat seperti Jatim, Jateng, Jabar, dan DKI Jakarta. Untuk wilayah timur Indonesia tindakan phacoemulsification masih terbatas, meskipun angka kebutaan akibat katarak di daerah tersebut cukup tinggi. Penyebab kurang meratanya teknik phacoemulsification di Indonesia, diantaranya karena sebaran alat phacoemulsification dan tenaga kesehatan mata yang belum merata. Oleh karena itu, diperlukan pemerataan layanan tindakan phacoemulsification yang meliputi pemenuhan tenaga kesehatan mata dan pemenuhan alat phacoemulsification (termasuk komponennya).

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Hadirnya transformasi layanan primer menuntut terpenuhinya kebutuhan SDMK di fasilitas layanan primer. Kebijakan perencanaan SDMK saat ini sudah banyak dirumuskan, namun belum mampu menjawab kebutuhan akan tenaga kesehatan. Permasalahan yang muncul cenderung statis yaitu tidak sinkronnya antara perencanaan dengan ketersediaan sehingga masih terjadi kekurangan tenaga kesehatan dan maldistribusi. Untuk itu diperlukan pembaruan kebijakan perencanaan SDMK yang sesuai kebutuhan dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada. Pertanyaan apa bentuk pembaruan tersebut menjadi rumusan penting yang memerlukan kajian dan pembahasan mendalam. Diperlukan kebijakan transformasi perencanaan SDMK melalui revisi regulasi teknis terkait dengan perencanaan SDMK yang tertuang dalam Permenkes Nomor 33 Tahun 2015 sebagai payung kebijakan utama untuk hadirnya kebijakan lokal yang dapat mengakomodir spesifikasi masing-masing daerah.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Data kinerja UKM seperti terungkap dalam Riskesdas 2013 dan 2018 masih jauh dibawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategi (Renstra) Kesehatan, misalnya cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL), Case Detection Rate Tuberkulosis (CDR TB), pelayanan antenatal, dan lain-lainnya).

Pemberian insentif diharapkan menjadi penambah motivasi dan semangat bagi tenaga di puskesmas dan menejasi salah satu factor yang dapat memperbaiki indikator kesehatan yang kurang memuaskan selama satu dekade terakhir.

Pertama, Menteri Kesehatan dan Sekretaris Jendral Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa selain memberikan apresiasi kepada staf Puskesmas, pemberian insentif diharapkan akan meningkatkan kinerja program UKM, khususnya program yang menjadi prioritas (KIA, gizi, pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan).

Perhitungan insentif UKM pertama menghitung insentif yang diperoleh untuk puskesmas dengan mempertimbangkan kinerja dari realisasi anggaran, capaian UKM pada 12 Layanan SPM,jumlah penduduk serta tingkat daerah keterpencilan dari puskesmas, selanjutnya hasil tersebut dibagi kepada petugas puskesmas dengan komposisi pembagian 15% untuk kegiatan manajemen dan 85% untuk kegiatan di luar lapangan. Pembagian insentif per individu mempertimbangkan berapa banyak kegiatan manajemen dan frekuensi kelapangan dilakukan, tingkat pendidikan, jabatan utama serta jabatan tambahan. Pemberian insentif bagi staf Puskesmas lapangan diharapkan sebagai penyeimbang bertambahnya beban kerja pelayanan UKM di lapangan.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Telemedicine dan Telehealth adalah salah satu inovasi penggunaan teknologi informasi dalam dunia pelayanan medis. Telemedicine adalah praktik kedokteran yang menggunakan teknologi atau alat telekomunikasi untuk memberikan perawatan dari jarak jauh. Di sisi lain, Telehealth memiliki definisi yang lebih luas dan mengacu pada pelayanan kesehatan jarak jauh secara klinis maupun non klinis. Sebagai negara yang terlibat akktif dalam hubungan secara internasional di berbagai bidang termasuk dalam bidang teknologi, Indonesia telah bekerjasama dengan beberapa negara khususnya dalam teknologi kesehatan seperti teknologi dalam telemedicine. Supaya pelaksanaan kerjasama dalam hal piloting project teknologi kesehatan secara umum dapat dilakukan dengan baik, sesuai dengan siistem yang ada, dan hasilnya nanti dapat dimanfaatkan secara maksimal baik alat, dan teknologinya serta sistem pelayanannya, maka perlu dipersiapkan tata kelola yang baik. Beberapa teknologi dari negara luar yang sudah dimanfaatkan terkait dengan pelayanan telehealth atau telemedicine di rumah sakit di Indonesia diantaranya adalah tele ICU (Intensive Care Unit) di RS Universitas Indonesia, kerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency), tele robotic surgery (masih proses pengembangan teknologi) diantaranya di RSUP Hasan Sadikin Bandung, merupakan kerjasama dengan Negara Iran, dan Telemedicine dengan alat Sadra di RSUP Dr. Kariadi Semarang yang merupakan kerjasama dengan Negara Iran. Hasil kajian menunjukkan masih diperlukan beberapa kebijakan yang terkait dengan monitoring dan evaluasi, sistem pembiayaan, pengelolaan data, dan regulasi.

Oleh karena itu dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehtan tersebut, Kementerian Kesehatan telah menetapkan 6 pilar transformasi kesehatan, yaitu : tranformasi layanan primer yang lebih mengutamakan promosi kesehatan, transformasi layanan sekunder, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.

Aplikasi teknologi dalam pelayanan kesehatan yang ditandai dengan meluasnya digitalisasi, optimalisasi, dan penggunaan kecerdasan buatan membuat perubahan besar dalam pelayanan kesehatan. Teknologi medis yang semakin canggih (seperti artificial narrow intelligence, robotics, dan genomics); revolusi dalam hardware dan software dalam pelayanan kesehatan, telemedicine, virtual dan augmented reality; penetrasi akses internet, telepon mobile dan smartphone; melimpahnya informasi mengenai kesehatan dari berbagai sumber; masyarakat yang semakin sadar dan cerdas; peningkatan biaya penyediaan pelayanan kesehatan modern, menjadikan tantangan yang hadir di era disruptif. Disrupsi diartikan sebagai perubahan mendasar yang menggantikan seluruh cara kerja yang lama dengan pembaharuan yang mendasar. Pelayanan kesehatan ke depan dituntut akan semakin terkoneksi (hyperconnected healthcare). Inovasiinovasi berbasis digital di dalam pelayanan kesehatan serta teknologi-teknologi terobosan (cloud computing, supercomputing, big data, Internet of Things – IoT) akan semakin mengambil peran penting dalam pelayanan kesehatan.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Saat ini Kementerian Kesehatan telah mencanangkan enam pilar tansformasi sistem kesehatan, surveilans kesehatan dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kemampuan pengelolaan data dan informasi kesehatan, sehingga diperlukan sistem agar tersedia data dan informasi secara teratur, berkesinambungan, serta valid. Karena itu dilakukan kajian yang dapat memberikan masukan terhadap stake holder agar dapat membuat sistem surveilans berbasis masyarakat yang dapat diaplikasikan dan terintegrasi.

Hasil dari kajian mendapatkan beberapa permasalahan yang ada di tiap level institusi antara lain yang berkaitan dengan regulasi, pedoman, ketenagaan dan pengetahuan. Sehingga perlu solusi yaitu Revisi Permenkes Nomor 45 Tahun 2014 tentang Surveilans Kesehatan dengan memperjelas peran, tugas, fungsi, hak kewajiban sumber daya manusia pendukung, percepatan penyusunan dan sosialisasi pedoman surveilans berbasis masyarakat dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait dan melakukan harmonisasi dan integrasi sistem informasi surveilans kesehatan, termasuk surveilans berbasis masyarakat, dengan platform ASIK untuk pencatatan pelaporandalam dan luar gedung serta analisisnya. Namun belum ada kepastian apakah akan terintegrasidengan ASIK. Sementara itu, layanan primer saat ini sedang mengujicobakan Posyandu Prima sebagai unggulannya dalam program integrasi layanan primer (ILP). Dalam rangka mewujudkan enam pilar transformasi kesehatan, khususnya transformasi teknologi kesehatan, sebagaimana dicanangkan dalam Revisi Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024, Kementerian Kesehatan meluncurkan Program SatuSehat dan Aplikasi Indonesia Sehatku (ASIK).

Platform dan aplikasi ini akan digunakan di seluruh tatanan fasilitas pelayanan kesehatan secara terintegrasi. Di saat yang bersamaan, Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) memperkuat program “Surveilans Berbasis Masyarakat” yang merupakan salah satu implementasi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 Tentang Surveilans Kesehatan. Pelaporan data program yang menjadi salah satu strategi dalam pelaksanaan transformasi sistem ketahanan kesehatan ini, direncanakan terintegrasi dengan aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini, Respon (SKDR) dan Sistem Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Transformasi kesehatan, khususnya ILP dan sistem ketahanan kesehatan (Surveilans Berbasis Masyarakat) tersebut tentunya harus belajar dari masalah-masalah klasik sistem informasi kesehatan program berbasis komunitas serupa seperti Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga (PIS-PK).

Beberapa kendala pengelolaan PIS-PK yang mulai dicanangkan sejak tahun 2016 ini, menurut data monitoring evaluasi Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer pada bulan Mei tahun 2022 menunjukkan bahwa puskesmas yang 2 melakukan pelaksanaan dengan cakupan 100% intervensi keluarga, pengumpulan data, analisis data, dan pemanfaatan data berturut-turut sebesar 47%, 85% dan 77% dari seluruh puskesmas yang sudah dilatih.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Salah satu pilar transformasi kesehatan adalah transformasi teknologi kesehatan, dimana kegiatannya diterjemahkan melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi, digitalisasi, dan bioteknologi di sektor kesehatan. Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 mengungkapkan pentingnya interoperabilitas dalam pelayanan kesehatan, sehingga dengan menggunakan HL7FHIR, Kementerian Kesehatan melalui Digital Transformation Office (DTO) mengembangkan integrasi data rekam medis pasien di fasiltas pelayanan kesehatan ke dalam satu platform Indonesia Health Services (HIS) yang diberi nama SATU SEHAT, yang diresmikan oleh Menkes pada tanggal 28 Juli 2022. Salah satu produk dari SATU SEHAT adalah perluasan fitur Aplikasi Peduli Lindungi (PL), dimana antara lain memuat Elektronic Personal Health Record dan penambahan data imunisasi/vaksinasi anak. Fitur tersebut dapat melihat status imunisasi anak secara digital yang kedepan dapat juga melihat riwayat kesehatan pengguna yang meliputi riwayat penyakit, pengobatan dan hasil pemeriksaan dari tenaga kesehatan. Beberapa permasalahan yang kemungkinan dapat ditimbulkan dari perluasan platform tersebut antara lain adalah perlindungan data pasien, kesiapan fasyankes dalam mengimplementasi platform SATU SEHAT, serta kepedulian masyarakat untuk menggunakan aplikasi. Telah dilakukan kajian mengenai bagaimana penerimaan dan pemanfaatan fitur tersebut di masyarakat, dan didapatkan hasil bahwa 3 dari 4 orang menyambut baik perluasan fitur aplikasi PL, namun 68,8% responden berpendidikan rendah tidak mengunduh aplikasi PL dalam smartphonenya. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi dalam melakukan sosialisasi pada masyarakat berpendidikan rendah, agar pemanfaatan platform yang sudah dikembangkan oleh Kemenkes dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat serta dukungan regulasi yang mendukung pengembangan aplikasi.

Pasien mungkin menggunakan portal web atau gawai untuk mengonfirmasi status vaksinasi mereka, misalnya, atau pasien dengan batuk mungkin berinteraksi dengan bot untuk menghubungi dokter yang tepat. COVID-19 telah menunjukkan bahwa Teknologi Informasi sangat penting untuk memberikan perawatan dan penelitian penyakit, taruhannya tidak hanya mengelola pandemi tetapi juga mengembangkan pondasi untuk menggunakan teknologi untuk mendefinisikan kembali perawatan di tahun-tahun mendatang. Kemenkes melalui DTO barubaru ini meluncurkan satu platform Indonesia Health Services (HIS) yang diberi nama SATU SEHAT dimana data rekam medis pasien dapat terintegrasi antar fasyankes(1). Apa yang dikembangkan ini tentunya sejalan dengan Renstra Kemenkes 2020-2024 terkait integrasi Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dan RPJM tahun 2020-2024 terkait peningkatan penyedia pelayanan kesehatan (2,3). Selain terhubung antar fasyankes, pasien juga bisa mengakses data hasil pemeriksaan melalui aplikasi PL yang akan dikembangkan menjadi aplikasi Citizen Health Application (CHA). Selain membangun platform dukungan dalam inputasi data juga dilakukan, rekam medik pasien yang dilakukan secara elektronik oleh fasilitas kesehatan menjadi suatu keharusan, dimana hal ini telah diatur melalui Permenkes no. 24 tahun 2022 yang baru-baru ini dikeluarkan. Permenkes tersebut merupakan pembaharuan dari Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis dimana di dalamnya terdapat aturan tambahan terkait seperti adanya regulasi mengenai teknologi digital dan penyelenggaraan rekam medis elektronik.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Salah satu pilar transformasi kesehatan adalah transformasi teknologi kesehatan, dimana kegiatannya diterjemahkan melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi, digitalisasi, dan bioteknologi di sektor kesehatan. Pandemi COVID-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 mengungkapkan pentingnya interoperabilitas dalam pelayanan kesehatan, sehingga dengan menggunakan HL7FHIR, Kementerian Kesehatan melalui Digital Transformation Office (DTO) mengembangkan integrasi data rekam medis pasien di fasiltas pelayanan kesehatan ke dalam satu platform Indonesia Health Services (HIS) yang diberi nama SATU SEHAT, yang diresmikan oleh Menkes pada tanggal 28 Juli 2022. Salah satu produk dari SATU SEHAT adalah perluasan fitur Aplikasi Peduli Lindungi (PL), dimana antara lain memuat Elektronic Personal Health Record dan penambahan data imunisasi/vaksinasi anak. Fitur tersebut dapat melihat status imunisasi anak secara digital yang kedepan dapat juga melihat riwayat kesehatan pengguna yang meliputi riwayat penyakit, pengobatan dan hasil pemeriksaan dari tenaga kesehatan. Beberapa permasalahan yang kemungkinan dapat ditimbulkan dari perluasan platform tersebut antara lain adalah perlindungan data pasien, kesiapan fasyankes dalam mengimplementasi platform SATU SEHAT, serta kepedulian masyarakat untuk menggunakan aplikasi. Telah dilakukan kajian mengenai bagaimana penerimaan dan pemanfaatan fitur tersebut di masyarakat, dan didapatkan hasil bahwa 3 dari 4 orang menyambut baik perluasan fitur aplikasi PL, namun 68,8% responden berpendidikan rendah tidak mengunduh aplikasi PL dalam smartphonenya. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi dalam melakukan sosialisasi pada masyarakat berpendidikan rendah, agar pemanfaatan platform yang sudah dikembangkan oleh Kemenkes dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat serta dukungan regulasi yang mendukung pengembangan aplikasi.

Pasien mungkin menggunakan portal web atau gawai untuk mengonfirmasi status vaksinasi mereka, misalnya, atau pasien dengan batuk mungkin berinteraksi dengan bot untuk menghubungi dokter yang tepat. COVID-19 telah menunjukkan bahwa Teknologi Informasi sangat penting untuk memberikan perawatan dan penelitian penyakit, taruhannya tidak hanya mengelola pandemi tetapi juga mengembangkan pondasi untuk menggunakan teknologi untuk mendefinisikan kembali perawatan di tahun-tahun mendatang. Kemenkes melalui DTO barubaru ini meluncurkan satu platform Indonesia Health Services (HIS) yang diberi nama SATU SEHAT dimana data rekam medis pasien dapat terintegrasi antar fasyankes(1). Apa yang dikembangkan ini tentunya sejalan dengan Renstra Kemenkes 2020-2024 terkait integrasi Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dan RPJM tahun 2020-2024 terkait peningkatan penyedia pelayanan kesehatan (2,3). Selain terhubung antar fasyankes, pasien juga bisa mengakses data hasil pemeriksaan melalui aplikasi PL yang akan dikembangkan menjadi aplikasi Citizen Health Application (CHA). Selain membangun platform dukungan dalam inputasi data juga dilakukan, rekam medik pasien yang dilakukan secara elektronik oleh fasilitas kesehatan menjadi suatu keharusan, dimana hal ini telah diatur melalui Permenkes no. 24 tahun 2022 yang baru-baru ini dikeluarkan. Permenkes tersebut merupakan pembaharuan dari Permenkes No. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis dimana di dalamnya terdapat aturan tambahan terkait seperti adanya regulasi mengenai teknologi digital dan penyelenggaraan rekam medis elektronik.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Dalam Precidency Indonesia di G20, Pandemi Covid 19 sudah memasuki tahun ke tiga. Dunia mengalami perlambatan ekonomi karena terjadi restriksi transportasi internasional dan penutupan perbatasan, sehingga menghambat transportasi barang dan manusia antar negara juga didalam suatu negara. Wisatawan Asing misalnya turun secara drastis antara 72-73 % pada tahun 2020-2021 dibandingkan tahun 2019 Proses karantina yang dilakukan setiap negara tidak seragam, dan memakan waktu dan biaya yang cukup besar sehingga perlu diupayakan adanya suatu sistem yang dapat diterima oleh semua negara, dan tentunya dapat dilaksanakan secara global. Sesuai dengan ketentuan IHR perjalanan internasional dapat dilakukan bila saja sertifikat kesehatan yang diakses disetiap negara, sehingga birokrasi perjalanan internasional dapat dikurangi dan dimudahkan. Posisi Indonesia menjadi penting dalam mencari kesepakatan tersebut. Posisi Indonesia yang dijadikan. Tema Working Group G20 pertama adalah Harmonizing Global health Protocol Standards.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran mengenai pentingnya ketahanan dan kemandirian sektor farmasi dalam negeri. Presiden Republik Indonesia telah mengamanatkan upaya pemenuhan dan peningkatan daya saing sediaan farmasi sebagai salah satu tugas pemerintah yang tertuang dalam RPJMN 2020 – 2024. Kementerian Kesehatan telah menindaklanjuti kemandirian farmasi dan alat kesehatan sebagai salah satu strategi reformasi sistem kesehatan. Selain dukungan dari pemerintah, kemandirian farmasi dan alat kesehatan juga bergantung pada dukungan ekosistem industri. Beberapa hal perlu disiapkan untuk mengahadapi tantangan dan permasalahan kemandirian bahan baku obat dalam negeri, antara lain sumber daya manusia dan teknologi serta kemitraan antara pemerintah dan industri farmasi nasional.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Kasus under reporting TB banyak terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan swasta, meskipun Kemenkes sudah mengeluarkan regulasi yang mengatur mengenai kewajiban setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki pelayanan TB untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kasus ke dalam Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB), namun per Juni 2022 jumlah pelaporan masih di bawah target (kurang dari 30 % dari target 48 %). Hasil konfirmasi lapangan yang dilakukan di Kabupaten Malang dan Kota Kendari, diidentifikasi bahwa akar masalah under reporting ke dalam SITB oleh fasyankes diantaranya faktor komitmen fasyankes dalam pencatatan dan pelaporan di SITB, monitoring dan evaluasi Dinkes, integrasi data kasus TB pada fasyankes yang memiliki aplikasi inhouse dan banyaknya fasyankes swasta yang belum memiliki MoU pelayanan TB dengan Dinkes.

Berdasarkan akar masalah tersebut, rekomendasi kebijakan yang diusulkan adalah rekomendasi kebijakan jangka pendek yaitu khusus kepada fasyankes swasta terutama Klinik/DPM yang belum memiliki MoU pelayanan TB dan belum memiliki akun SITB, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bekerjasama dengan Yankes Dinas Kabupaten, Puskesmas serta melibatkan tim PPM untuk melakukan sosialisasi dan supervisi secara kontinu terkait pelayanan TB dan kewajiban pencatatan di SITB dan mendorong untuk ber-MoU pelayanan TB. Khusus kepada fasyankes swasta yang cakupan pencatatan dan pelaporan SITB-nya masih rendah dan, Dinas Kesehatan perlu melakukan supervisi dan monitoring secara berkala (per triwulan) untuk meningkatkan kapasitas petugas dengan memberikan dukungan dan bimbingan teknis bagi petugas TB. Selain itu, mengadakan lokakarya pengawasan tahunan untuk membahas permasalahan yang ditemui dalam penggunaan SITB di masing-masing fasyankes, serta menemukan solusi yang tepat.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Kasus Pneumonia di Indonesia masih cukup tinggi, sehingga diperlukan vaksin PCV untuk balita. Hasil pengembangan vaksin PCV dalam tahap fill and finish. Kendala yang ditemukan antara lain; belum berhasil teknologi perkembangan vaksin berbasis mRNA, supply material masih 90-95% import, belum ada negara donor yang tertarik pengembangan vaksin PVC, uji klinis yang memiliki GCP masih terbatas, belum ada standarisasi untuk sarana dan prasarana. Dibutuhkan capacity building untuk transfer teknologi dari Negara Uni Eropa dan Amerika, dibutuhkan standar uji klinis dari segi sarana dan prasarana. Perlu dilakukan pelatihan GCP bagi tenaga kesehatan di rumah sakit atau universitas.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Dalam Precidency Indonesia di G20, Indonesia mengakui bahwa Pandemi Covid 19 sudah memberikan pelajaran penting bahwa terdapat beberapa masalah yang dihadapi, dan perlu diperbaiki untuk menghadapi pandemic dimasa mendatang. Permasalahan pertama adalah pembiayaan yang tidak selalu tersedia, sehingga negara dengan ekonomi lemah tidak mampu membiayai penanggulangi pandemic secara utuh. Kedua adalah sulitnya berbagai negara akses terhadap obat, vaksin, alat lab maupun APD pada saat pandemic karena diembargo beberapa negara produsen untuk melengkapi kebutuhan mereka sendiri. Terakhir adalah belum ada surveillance untuk genomic data. Untuk itu diusulkan diperlukan adanya dana global yang diperlukan bila terjadi pandemic dimasa mendatang. Inovasi yang diharapkan jangan duplikasi dengan Joint Finance -Health Task Force (FHTF) tetapi melengkapi. Kedua adalah meningkatkan kemampuan untuk memobilisasi dengan cepat Vaksin, Obat, Reagen dan APD secara global, sehingga baik negara miskin juga mempunyai akses yang sama. Ketiga adalah menyepakati adanya suatu platform yang dapat meningkatkan surveillance genomik yang terpercaya dapat dimanfaatkan oleh semua anggota G20. Semua rekomendasi akan diadvokasikan kepada seluruh anggota G20 yang hadir dalam Working Group G20 kedua di Lombok. Dengan harapan dapat menjadi masukan hasil di KTT G 20 Bali, dan merupakan hasil dari Presidency Indonesia G20. Tema Working Group G20 Kedua adalah Building Global Health System Resilience.

Permintaan Full Text