Jakarta – Sekretaris Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Etik Retno Wiyati menegaskan pentingnya kolaborasi berkelanjutan antara pusat dan daerah. Hal itu disampaikan dalam Pertemuan Konsolidasi Pembinaan Wilayah, di Jakarta pada Jumat (23/5) secara hybrid.

Pertemuan ini merupakan bagian dari komitmen memperkuat sinergis antara pusat dan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas mekanisme pembinaan wilayah, khususnya dalam mendukung implementasi enam pilar transformasi sistem kesehatan nasional. Pertemuan juga dihadiri oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota, serta koordinator wilayah (Korwil) BKPK dari empat provinsi binaan yaitu Jambi, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat Daya.
Dalam sambutannya, Etik menyampaikan bahwa pertemuan bukan sekadar ajang koordinasi, namun menjadi momentum strategis untuk memperkuat implementasi transformasi kesehatan berbasis Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK).
“RIBK 2025–2029 menghasilkan empat tema pembangunan kesehatan yang diturunkan menjadi enam sasaran strategis dan 42 indikator kinerja. RIBK harus diselaraskan dengan RPJMD dan Renstra OPD daerah agar tercapai visi besar Indonesia Emas 2045: Kesehatan untuk Semua,” ujarnya.
Terkait mekanisme konsultasi program kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) telah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal Kemenkes Nomor SE HK.02.02/A/4941/2024. Hendy Yudistira, Ketua Tim Kerja Hubungan Media dan Kelembagaan, Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, mengingatkan bahwa adanya SE tersebut agar mekanisme konsultasi lebih terstruktur dan efektif.
Dalam kesempatan tersebut, Hendy mengulas tata cara pengajuan konsultasi oleh Pemda kepada Kemenkes. Metode pertama dapat dilakukan secara langsung melalui pertemuan daring. Sedangkan metode kedua secara tidak langsung melalui surat korespondesi. “Mekanisme tersebut yang kami rekomendasikan, karena komunikasi dari daerah kepada koordinator wilayah akan terstruktur, semuanya dapat mengetahui prosesnya,” tegasnya.
Selanjutnya Iin Afriani perwakilan dari Direktorat Sinkronisasi urusan Pemerintah Daerah III Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memaparkan Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) dalam Perspektif Kementerian Dalam Negeri. Dalam paparannya, Iin menjelaskan salah satu ASTA CITA Prabowo-Gibran yaitu memperkuat pembangunan kesehatah yang kemudian dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Terdapat 5 indikator utama transformasi sosial dalam RPJPN yaitu usia harapan hidup, angka kematian ibu, prevalensi stunting, insidensi tuberkulosis dan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional. Iin pun menegaskan bahwa RIBK adalah acuan utama dalam integrasi vertikal dan horizontal pembangunan kesehatan. Ada 11 indikator yang harus masuk ke dalam RPJMD dan 12 indikator ke Renstra OPD. “Indikator-indikator ini ditawarkan kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota sehingga dapat sinkron antara perencanaan pusat dan provinsi maupun kabupaten/kota,” jelas Iin.

Adapun materi selanjutnya mengulas Monitoring dan Evaluasi (monev) Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Provinsi Binwil BKPK, disampaikan Fadlie Abdika Ketua Tim Kerja Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Kesehatan, Pusat Kebijakan Tata Kelola dan Strategi Kesehatan Global. Fadlie menjelaskan pentingnya dilakukan monev. “Monev dilakukan karena dari Kementerian Keuangan bisa dijadikan dasar penganggaran atau pengalokasian dana umum,” terangnya.
Selanjutnya Fadlie menyebutkan target capaian minimal 90% menjadi indikator keberhasilan pelayanan dasar kesehatan di daerah. Fadlie juga menekankan penggunaan aplikasi Sistem Costing Biaya Kesehatan (Siscobikes) sebagai alat perhitungan biaya dan pemantauan kinerja juga menjadi bagian penting untuk memperkuat sistem pembiayaan dan penganggaran berbasis kinerja.
Dalam kegiatan ini juga dipaparkan progres kegiatan pembinaan wilayah oleh koordinator wilayah di lingkungan BKPK yaitu Pusat Kebijakan Upaya Kesehatan untuk Provinsi Jambi, Pusat Kebijakan Sistem Sumber Daya Kesehatan untuk Provinsi Papua Barat Daya, Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan untuk Provinsi NusaTenggara Timur, dan Pusat Kebijakan Strategi dan Tata Kelola Kesehatan Global untuk Provinsi Kalimantan Selatan.
Pertemuan ini mencerminkan tekad kuat BKPK untuk membangun komunikasi dua arah yang efektif, harmonisasi perencanaan kebijakan, dan peningkatan kapasitas daerah dalam mendukung transformasi sistem kesehatan. (Penulis: Irwan Fazar, Faza Nur Wulandari, Editor Timker HDI)