Jakarta- Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan (BKPK Kemenkes) yang diwakili Ketua Tim Kerja Pembiayaan Kesehatan Tri Juni Angkasawati membuka secara resmi Diseminasi Buku Petunjuk Pelaksanaan Layanan HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dalam Skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Kamis (22/12) di Jakarta.
Tri Juni menyampaikan Pusjak PDK BKPK mempunyai tugas untuk melaksanakan analisis, perumusan rekomendasi, dan evaluasi kebijakan di bidang pembiayaan, jaminan, dan desentralisasi kesehatan. “Untuk membangun ekosistem pembiayaan dan jaminan Kesehatan yang kuat dan berkelanjutan, Pusjak PDK berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dalam menyusun Buku Petunjuk Pelaksanaan Pembiayaan HIV/AIDS dan IMS dalam Skema JKN dengan dukungan dari USAID Health Financing Activity,” ucapnya.
Buku petunjuk pelaksanaan ini disusun sebagai salah satu bentuk komitmen pemerintah mencapai target indikator pada 2030 dengan menguatkan integrasi sinergi melalui skema pembiayaan dan jaminan kesehatan. Dalam hal ini mengatur paket manfaat, model pembayaran, skema rujukan hingga tata kelola manajemen logistik menjadi isu kritis pada tingkat pelaksanaan.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Imran Pambudi memberikan sambutannya melalui daring menyatakan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan angka pesakitan akibat HIV/AIDS. Laju epidemi HIV/ADIS harus dihambat dengan menerapkan strategi STOP (Suluh, Temukan, Obati, dan Pertahankan). Yaitu 95% ODHA mengetahui status HIV-nya, 95% ODHIV mengetahui status HIV-nya mendapatkan pengobatan ARV, dan 95% ODHIV yang telah mendapatkan pengobatan ARV mencapai supresi viral load.
Imran menegaskan langkah ini perlu diperkuat dengan memastikan agar seluruh ODHIV dapat mengakses perawatan, dukungan, dan pengobatan HIV/AIDS. Upaya ini dapat terwujud jika komitmen pemerintah dan masyarakat semakin kuat di dukung dengan mobilisasi sumber daya nasional secara terkoordinasi, sinergi, sinkron, serta akuntabel.
“Dengan demikian tujuan penanggulangan HIV/AIDS untuk mewujudkan ending AIDS 2030 bisa menjadi triple zero dalam tiga domain yaitu zero infeksi baru, zero kematian akibat HIV/AIDS, da zero estimasi terhadap ODHIV dapat dicapai,” jelasnya.
Selanjutnya, Imran mengatakan buku petunjuk pelaksanaan ini berisikan paket manfaat dan mekanisme pembiayaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan rujukan. Buku ini disusun untuk dapat menjadi pegangan bagi seluruh pihak yang berkontribusi di dalam pemberian layanan HIV termasuk petugas kesehatan maupun petugas administrasi di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama dan rujukan tingkat lanjut.
“Selain itu, buku ini ditujukan untuk pengelola petugas kesehatan di Faskes, Dinkes Provinsi, Kabupaten/kota, petugas BPJS Kesehatan, serta rekan-rekan ODHIV agar masing-masing bisa memahami tugas tanggung jawab serta haknya di dalam pelaksanaan layanan HIV di era JKN ini,” katanya.
Lebih lanjut Endang Lukitosari sebagai narasumber menjelaskan isi Buku Petunjuk Pelaksanaan tersebut berisikan delapan bab. Endang mengatakan ODHIV dari seluruh jumlah populasi di Indonesia yang memiliki kepesertaan JKN tidak lebih dari satu persen. “Meski tidak banyak tetap harus mendapatkan manfaat optimal agar status ODIVnya terkendali,” imbuhnya.
Distribusi pemanfaatan layanan HIV berdasarkan provider lebih banyak di Rumah Sakit sebanyak 78% dibandingkan di Faskes tingkat pertama yaitu 22%. Namun upaya penanggulangan HIV/AIDS dan IMS bisa ditangani di semua layanan diawali dengan skrining.
Secara garis besar, total manfaat yang diterima ODHIV yang mempunyai kepesertaan JKN, merupakan kombinasi dari manfaat yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan untuk penegakan dan obat ARV yang ditanggung oleh Pemerintah.
(Penulis Faza Nur Wulandari/Editor Fachrudin Ali)