Penulis: Cansalony TAMBUN (Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan, BKPK Kementerian Kesehatan)

Setiap orang tua di Indonesia pasti ingin melihat anaknya tumbuh sehat, cerdas, dan berhasil. Mewujudkan harapan ini bukan hanya impian keluarga, tetapi juga investasi terbesar bangsa untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing.
Untuk itulah, sebuah program investasi gizi nasional dirancang sebagai langkah fundamental. Program ini dirancang komprehensif untuk melindungi anak-anak kita, mulai masa dalam kandungan (ibu hamil), menyusui, balita, hingga mereka duduk di bangku sekolah. Ini adalah bagian penting dari visi bersama untuk Indonesia Emas 2045.
Langkah Awal yang Brilian: Kekuatan UU KIA
Kita memulai langkah ini dengan fondasi yang luar biasa kokoh. Pada 2 Juli 2024, telah disahkan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA No. 4 Tahun 2024). Ini adalah sebuah terobosan hukum yang cemerlang karena bertindak sebagai aturan khusus yang melindungi kelompok paling penting yakni ibu dan anak selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).
Artinya, kini jaminan gizi untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak hingga usia dua tahun memiliki payung hukum yang kuat dan operasional. UU ini bahkan secara cerdas telah menjembatani intervensi gizi hingga ke satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Menyambung Jembatan: Dari PAUD ke Usia Sekolah
Keberhasilan UU KIA ini membuka momentum untuk mengambil langkah strategis berikutnya. Kini, kita memiliki peluang untuk menyempurnakan dan menyatukan berbagai aturan yang ada (seperti UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dan UU Pangan No. 18 Tahun 2012) agar bisa secara nyata mendukung program gizi untuk anak-anak saat mereka memasuki usia sekolah.
Mengapa Ini ‘Investasi’, Bukan Sekadar ‘Program Gratis’?
Untuk membangun dukungan publik yang luas, penting bagi kita untuk melihat program ini dari kacamata yang tepat. Dengan menggeser narasi dari Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi Program Investasi Gizi Generasi Emas, kita mengubah cara pandang:
- Ini adalah Investasi SDM. Kita menegaskan bahwa ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa, bukan sekadar ‘beban’ anggaran negara.
- Ini adalah Program Berkualitas. Narasi investasi menanamkan persepsi kualitas tinggi dan menepis stigma bantuan sosial, sehingga program ini dapat diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat.
Solusi Tuntas: Belajar dari Praktik Terbaik Dunia
Untuk memastikan program ini berjalan efektif dan berkelanjutan, solusi optimalnya adalah membangun landasan hukum baru yang kuat. Landasan hukum khusus ini akan menjadi jembatan hukum yang menyatukan dan melindungi semua sasaran, dari 1000 HPK (yang sudah dijamin UU KIA) hingga seluruh anak usia sekolah.
Melalui aturan baru ini, kita bisa mengadopsi praktik terbaik global:
- Model Jepang (Pendidikan Gizi di Meja Makan): Bayangkan, di Jepang, makan siang sekolah bukan sekadar mengisi perut. Itu adalah jam pelajaran bernama Shokuiku (Edukasi Gizi). Anak-anak belajar tentang gizi seimbang, cara menghargai makanan, dan melawan obesitas langsung dari piring mereka.
- Model Brazil (Ekonomi Lokal Bergerak): Di Brazil, ada aturan wajib bahwa sekitar 30% bahan pangan harus dibeli dari petani, peternak, dan nelayan lokal. Hasilnya? Bukan hanya gizi anak yang terpenuhi, tetapi ekonomi desa dan daerah juga ikut terangkat kuat.
Menyelesaikan Jembatan Menuju Generasi Emas
Program investasi gizi ini adalah sebuah langkah penting untuk mewujudkan Generasi Emas 2045. UU KIA telah meletakkan fondasi pertamanya dengan brilian.
Kini, tugas kita bersama adalah menyelesaikan jembatan ini dengan landasan hukum yang kokoh dan narasi investasi yang tepat. Dengan langkah tersebut, kita akan membangun program investasi SDM yang tangguh, berkelanjutan, dan berhasil mencapai tujuannya.
Sebagai masyarakat, mari kita dukung program investasi gizi ini. Awali dengan memastikan gizi seimbang di rumah dan dukung setiap upaya penyediaan makanan bergizi di lingkungan kita demi masa depan anak-anak Indonesia. (Edit Timker HDI)









