Jakarta– Kementerian Kesehatan pada Rabu (11/9) di Jakarta melaksanakan acara Penataan Kebijakan Selisih Biaya Melalui Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (Coordination of Benefit) atau COB dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang menandai secara resmi pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/1366/2024 tentang Pedoman Penataan Kebijakan Selisih Biaya oleh Asuransi Kesehatan Tambahan melalui Koordinasi antara Penyelenggara Jaminan dalam Program JKN. Acara ini ditandai dengan peluncuran KMK tersebut oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin bersama dengan Direktur Utama BPJS Ali Ghufron Mukti, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono beserta Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono.
Menkes Budi mengemukakan sejak tahun 2014, bentuk koordinasi manfaat (Coordination of Benefit) dalam program JKN sudah dipikirkan cuma tidak berjalan hingga tahun 2024 ini.
Menkes menjelaskan permasalahan nomor satu yang dialami dalam pengelolaan asuransi selama 20 tahun terakhir diseluruh dunia kecuali India adalah pertumbuhan belanja kesehatan selalu diatas pertumbuhan ekonomi negara. Problem kedua adalah pertumbuhan belanja kesehatan boros dan sangat tidak efisien. Problem yang ketiga yakni bagaimana bisa mengontrol pengelolaan asuransi.
Menkes Budi juga berharap risk manajement asuransi swasta harus diperbaiki. Selain itu pertumbuhan asuransi swasta bisa sama dengan BPJS.
Terkait kebijakan COB yang disiapkan, pertama, Menkes meminta adanya single payment. Jadi pemegang polis melakukan pembayaran iuran premi hanya membayar sekali baik ke BPJS maupun ke swasta, selanjutnya di belakang tinggal dilakukan rekonsiliasi. “Sehingga memudahkan pemegang polis,” ungkap Menkes Budi.
Kedua, Menkes meminta ke rumah sakit dilakukan single payment untuk tagihan. Mau ke swasta mau BPJS. Yang ketiga semua diuntungkan dan dapat kepastian. Yang keempat, adanya combine risk management antara asuransi swasta, BPJS Kesehatan, dan RS.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan (BKPK Kemenkes) Syarifah Liza Munira mengatakan data belanja kesehatan (National Health Account), menunjukkan pengeluaran out-of-pocket (OOP) di Indonesia mengalami penurunan signifikan sejak adanya Program JKN, hingga saat ini pada posisi 28.9%, namun masih bisa dioptimalkan.
Total klaim asuransi kesehatan swasta dalam 5 tahun terakhir, lebih besar dibandingkan total premi yang diterima. Pada tahun 2023 diketahui total klaim 5,91 T lebih besar dibandingkan dengan total premi yang diterima sebesar 21,03 T.
Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) range klaim yang harus dibayar oleh asuransi kesehatan swasta masih sangat lebar yaitu antara 0,86 sampai 30,41 kali dari tarif JKN. “Melihat hal tersebut tentu dibutuhkan penataan regulasi, salah satunya melalui kebijakan selisih biaya untuk mengoptimalkan peran asuransi kesehatan swasta dalam program JKN’” ujar Liza.
Yang kita harapkan adalah OOP spending bisa menurun, kebutuhan peserta untuk naik kelas perawatan dapat diakomodir, dan ini memberikan alternatif solusi keuangan pada asuransi kesehatan swasta.
Menurut Liza Selisih biaya sebetulnya sudah diatur dalam Regulasi JKN (baik dalam UU SJSN, Perpres Jaminan Kesehatan dan Permenkes 3/2023 Standar Tarif Pelayanan Kesehatan), namun belum ada pedoman yang mengatur koordinasi antar penyelenggara jaminan. Sehingga, agar terbangun koordinasi yang sinergis antara BPJS Kesehatan dan Asuransi Kesehatan Tambahan, dan mengisi gap kebutuhan masyarakat sesuai koridor UU SJSN maka Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor HK.01.07/MENKES/1366/2024 tentang Pedoman Penataan Kebijakan Selisih Biaya oleh Asuransi Kesehatan Tambahan melalui Koordinasi Antara Penyelenggara Jaminan dalam program JKN, saat ini diterbitkan dan dijadikan acuan pelaksanaan selisih biaya bagi fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL), BPJS Kesehatan, dan Asuransi Kesehatan Tambahan.
“Penataan ini, yang akan kita kenal dengan Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ), meliputi koordinasi iuran satu pintu dan koordinasi sistem penagihan serta koordinasi proporsi selisih biaya agar asuransi swasta mendapatkan kepastian dalam membuat produk asuransi yang kreatif, inovatif dan dapat bertumbuh dengan sehat,” jelasnya lebih lanjut.
Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan bahwa JKN di Indonesia itu sekarang menjadi rujukan banyak negara. “Banyak yang datang kemudian menanyakan bagaimana sustainabilitas dari program JKN,” ungkap Ali Ghufron. Untuk itu Ali Gufron menyampaikan apresiasi terhadap penataan kebijakan selisih biaya melalui Keputusan Menteri Kesehatan ini dan berharap OJK ikut mengawasi kemungkinan kejadian-kejadian fraud
Ogi Prastomiyono selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan berdasarkan data statistik untuk premi asuransi kesehatan dari perusahaan asuransi jiwa sampai dengan bulan Juli 2024 terkumpul 17,24 triliun. Klaim sudah menurun dibawah premi yang diterima.
Menurut Ogi, peluang perusahaan asuransi yang menyediakan asuransi kesehatan bukan hanya asuransi jiwa saja tetapi juga asuransi umum. Premi yang dikumpulkan dari asuransi umum sampai dengan Juli 2024 sebesar 5,83 triliun dan klaimnya masih tercatat masih dibawah yakni sekitar 4,10 triliun. (Penulis Fachrudin Ali/Edit Pusjak PDK/Edit Timker HDI)