Policy Brief 2024

Ringkasan Eksekutif : Pemenuhan bahan baku alat kesehatan merupakan faktor penting dalam upaya pengembangan industri alat kesehatan untuk mewujudkan sistem ketahanan kesehatan. Salah satu instrumen yang digunakan pemerintah dalam upaya tersebut adalah melalui kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Penilaian TKDN memberikan porsi perhitungan terbesar pada aspek manufaktur, khususnya material langsung (bahan baku). Bahan baku alat kesehatan merupakan faktor penting untuk menjamin keamanan, mutu/kinerja dan ketersediaan alat kesehatan. Berdasarkan pembelian alat kesehatan terbesar by value dan by volume, terdapat 3 bahan baku utama yang dibutuhkan industri alat kesehatan, yaitu karet, plastik dan stainless steel. Akan tetapi masih ditemui beberapa permasalahan ketersediaan bahan baku dalam negeri seperti spesifikasi yang tidak memenuhi standar medical grade, kemampuan laboratorium uji yang masih terbatas serta keterbatasan industri hulu dan intermediate dalam memenuhi kebutuhan industri alat kesehatan dalam negeri. Beberapa strategi yang perlu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes yaitu mengembangkan industri alat kesehatan kepada produk yang dominan menggunakan bahan baku karet, plastik dan stainless steel, meningkatkan kemampuan pengujian bahan baku alat kesehatan, dan melakukan riset untuk bahan baku karet, plastik dan stainless steel yang digunakan di industri alat kesehatan agar dapat berdaya saing dari sisi kualitas dan harga dengan produk impor.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Pemenuhan kebutuhan obat esensial merupakan faktor penting dalam mewujudkan kemandirian dan ketahanan sediaan farmasi dalam negeri. Tingkat keberhasilan pemenuhan obat diukur berdasarkan jumlah kabupaten kota yang memiliki minimal 80% puskesmas dengan ketersediaan minimal 80% dari 40 item obat esensial produksi dalam negeri. Indikator tersebut bertujuan agar angka kesakitan di fasilitas kesehatan primer dapat diturunkan dan program pengendalian penyakit dapat berjalan optimal. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan pemenuhan obat esensial dan memberikan arah rekomendasi kebijakan yang diperlukan untuk penguatan pemenuhan dan ketersediaan obat esensial di fasilitas kesehatan primer. Beberapa masalah pada rantai pasok obat esensial yang mempengaruhi ketersediaan obat esensial diantaranya; a) sisi produksi: uji bioekivalensi berulang untuk produk hasil substitusi dari bahan baku impor ke bahan baku lokal yang membutuhkan waktu dan biaya, reformulasi produk hasil substitusi bahan baku lokal yang membutuhkan waktu, jumlah Rencana Kebutuhan Obat (RKO) seringkali berbeda dengan jumlah obat yang dipesan menyebabkan perencanaan bahan baku di industri menjadi tidak sesuai, produk jadi obat hasil substitusi bahan baku lokal diberikan Nomor Izin Edar (NIE) dengan masa berlaku yang lebih pendek sehingga memerlukan waktu untuk renewal, b) sisi pengadaan dan distribusi: jumlah pedagang besar farmasi (PBF) yang sangat terbatas dan tantangan geografis serta transportasi di daerah tertentu khususnya Indonesia Timur menyebabkan proses distribusi menjadi tidak lancar/terhambat, tender melalui e-purchasing yang membutuhkan waktu lama, masa kedaluwarsa obat yang diterima fasilitas kesehatan seringkali kurang dari 2 tahun, tidak semua dinkes provinsi berhasil melaksanakan kontrak pengadaan obat program melalui DAK dan tidak semua kontrak dapat dipenuhi penyedia, c) sisi konsumsi: terbatasnya jumlah apoteker dan TTK dan terbatasnya kapasitas SDM dalam pengelolaan obat, perumusan RKO yang kurang tepat oleh FKTP dan Dinkes sehingga RKO nasional tidak akurat, d) sisi penyelenggaraan program: belum semua daerah tersosialisasi regulasi pengadaan obat program dan terjadinya kekosongan beberapa obat program, dan e) sisi anggaran pengadaan obat: belum semua daerah mendapatkan APBD untuk pengadaan dan distribusi obat. Pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan) perlu memprioritaskan daerah dengan kebutuhan tertinggi pada pemetaan untuk pengendalian dan distribusi obat khususnya di wilayah Indonesia Timur, serta mengintegrasikan sistem yang sudah dikembangkan agar menjadi sistem yang lebih optimal untuk perencanaan yang lebih akurat serta monitoring stok riil.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif : Ketahanan alat kesehatan adalah kemampuan sistem kesehatan untuk memastikan ketersediaan, kebermanfaatan, dan aksesibilitas alat kesehatan secara berkelanjutan, baik dalam situasi normal maupun saat menghadapi gangguan seperti krisis kesehatan, bencana alam, atau gangguan rantai pasok dan gangguan lainnya. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 mengamanatkan Pemerintah menyusun Rencana Kebutuhan Alat Kesehatan (RKA) Nasional yang terstruktur menggunakan teknologi informasi yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKN). Fasilitas kesehatan telah membuat dan melaporkan rencana kebutuhan obat sehingga terdapat data kebutuhan obat secara nasional. Hal ini belum dilakukan untuk alat kesehatan sebagai RKA nasional. Kementerian Kesehatan saat ini memiliki beberapa sistem informasi pelaporan tetapi belum dimanfaatkan sebagai perencanaan kebutuhan alat kesehatan nasional. Nomenklatur alat kesehatan yang belum seragam merupakan kendala lain yang dihadapi dalam pencatatan pelaporan sistem logistik kesehatan. Rekomendasi kebijakan yang diusulkan adalah penyusunan RKA berdasarkan usulan fasyankes dan program menggunakan ASPAK. Penyusunan RKA dilakukan fasyankes dan dinkes dengan menggunakan kode KFA. Rekomendasi ini ditujukan kepada Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Lanjutan sebagai pengelola ASPAK serta Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) sebagai pengelola KFA.

Permintaan Full Text
Ringkasan Eksekutif :Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, dan Sumber Daya Manusia (SDM) penunjang profesional yang memiliki keterampilan, keahlian, kompetensi, dan berdaya saing secara global dalam jumlah dan sebaran yang baik untuk dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Dalam rangka meningkatkan motivasi, inovasi, serta retensi SDM kesehatan di tempat-tempat pengabdiannya, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang menunjukkan dedikasi dan kinerja yang luar biasa perlu diberikan rekognisi berupa penghargaan.

Permintaan Full Text