Penggunaan Small Area Estimation (SAE) pada Data Status Gizi

60

Jakarta – Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) menyampaikan Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2024 untuk 102 Kabupaten/Kota secara hybrid pada Kamis (7/8). Diseminasi Hasil SSGI 2024 sebelumnya telah dilaksanakan oleh BKPK pada bulan Mei lalu. Namun oleh karena beberapa hal sejumlah wilayah masih memerlukan analisis lanjut.

Kepala BKPK Asnawi Abdullah mengatakan adanya masalah validitas data SSGI 2024 pada 102 Kabupaten/Kota menyebabkan perhitungan (estimasi) prevalensi stunting, berat badan kurang dan gizi kurang tidak dapat dilakukan secara langsung berdasarkan data yang ada. Sehingga harus digunakan pemodelan statistik yang validitasnya baik untuk perhitungannya.

“Analisis lanjut yang dilakukan untuk beberapa wilayah tersebut menggunakan metode Small Area Estimation (SAE). Metode tersebut dipilih karena dapat merumuskan kebijakan dan intervensi yang lebih tepat sasaran,” ujar Asnawi.

Lebih lanjut dijelaskan Asnawi untuk mengatasi stunting membutuhkan strategi inovatif dan berbasis data akurat. Data SSGI 2024 diharapkan Asnawi akan menjadi landasan penting bagi pelaksanaan program pencegahan stunting yang lebih efektif.

Baca Juga  One Week To Southeast Asia Genomic Conference 2022

“Perlu diingat bahwa data hanyalah sebagian dari solusi. Keberhasilan kita juga sangat bergantung pada keberhasilan implementasi di lapangan. Saya berharap melalui forum ini didapatkan solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan gizi di wilayah masing-masing,” tutur Asnawi.

Iwan Ariawan pakar dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa SAE adalah teknik statistik untuk menghasilkan estimasi parameter pada area kecil atau subpopulasi dengan ukuran sampel yang kecil, di mana data sampel tidak cukup besar atau terdapat masalah validitas data.

Dijelaskan Iwan teknik SAE memanfaatkan informasi tambahan dari sampel yang lebih besar atau variabel lain yang berhubungan untuk memperoleh estimasi yang lebih presisi pada tingkat lokal, sehingga dapat membantu pengambilan keputusan yang lebih tepat sasaran di wilayah kecil atau terbatas.

Sementara itu Susianto dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa SAE adalah metode pendugaan tidak langsung untuk memperoleh nilai estimasi parameter yang reliabel pada level sub populasi (area atau domain) dimana ukuran sampelnya tidak cukup bahkan tidak ada sampelnya sama sekali. 

Baca Juga  Vaksinasi Booster BRIN Sasar 2.459 Pegawai

Seperti halnya sebuah metode, metode SAE juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan SAE diantaranya adalah efektif dalam ukuran sampel sehingga dapat memperkecil biaya survei, selain itu dengan anggaran yang ideal sampel dapat dibreakdown untuk level area yang lebih kecil serta efisien dalam hasil dugaaan (standar error kecil). 

“Kekurangan teknik SAE yaitu sulit diperoleh peubah penyerta yang bersumber dari sensus atau catatan administrasi yang tidak mengandung kesalahan pengukuran. Namun kekurangan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan peubah penyerta dari hasil survei,” jelas Susianto.

Kegiatan yang bertempat di Ruang Siwabessy, Kantor Kementerian Kesehatan ini mengundang stakeholder pusat dan para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi serta Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk wilayah-wilayah yang data status gizinya belum dipublikasikan. Diantara stakeholder pusat yang hadir adalah Sekretariat Wakil Presiden, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Badan Pusat Statistik, Kementerian Dalam Negeri dan Tim Pakar SSGI 2024.

Baca Juga  BKPK Gelar Workshop Pengembangan Kompetensi Manajerial Sosial dan Kultural di Lingkungan Sekretariat BKPK

Sementara dari perwakilan daerah yang hadir secara luring diantaranya adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat, NTB; Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu; perwakilan dari Dinas Kesehatan Aceh Barat, DI Aceh; perwakilan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, Riau; perwakilan dari Dinas Kesehatan Tanah Laut, Kalimantan Selatan; dan Perwakilan dari Dinas Kesehatan Jayawijaya, Papua Pegunungan.

Dengan disampaikannya hasil penghitungan prevalensi status gizi pada 3 provinsi dan 102 Kabupaten/Kota hari ini maka data status gizi SSGI 2024 telah lengkap. Kementerian Kesehatan berharap data tersebut dapat dimanfaatkan seluas-luasnya baik untuk perencanaan  program kesehatan maupun pengembangan ilmu pengetahuan. (Penulis Kurniatun Karomah/Editor Pusjak UK)