
Jakarta – Komunitas Belajar Analis Kebijakan Kesehatan yang digagas Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) kembali mengadakan webinar yang membahas isu-isu kebijakan di unit utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Selasa (29/7) secara daring. Di seri ke 5 ini narasumber dari Biro Komunikasi dan Informasi Publik (Rokominfo) dan Pusat Krisis Kesehatan dihadirkan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dalam mengelola isu kebijakan di unit kerjanya. Selain itu untuk menambah wawasan para Anjak mengenai isu kebijakan di BKPK sendiri dihadirkan pula Koordinator Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2024 untuk memaparkan hasil SSGI dan pemanfaatan datanya.
Ketua Tim Kerja Strategi Komunikasi Dwi Handriyani dalam paparannya mengenai Kebijakan Komunikasi dan Informasi Kesehatan mengatakan bahwa hulu komunikasi adalah manajemen isu. Manajemen isu diperlukan untuk mencegah hal-hal yang mencoreng nama baik instansi. Dalam manajemen isu ada proses untuk mengidentifikasi kemudian menganalisis dan mengolah isu-isu yang berpotensi mengancam reputasi.
“Manajemen isu itu bagian dari pra-krisis, kita tidak ingin ada hal-hal yang membuat nama instansi kita tercoreng maka diperlukan manajemen isu. Manajemen isu publik itu penting karena sebagai hulunya komunikasi akan mendukung program dan kebijakan,” ujar Dwi.
Lebih lanjut dipaparkan Dwi dalam melakukan manajemen isu publik Rokominfo menggunakan media monitoring atau pemantauan pada media massa maupun media sosial. Pemantauan isu Kemenkes dan isu-isu kesehatan yang tengah tren di media dilakukan dan dilaporkan setiap hari.
Ketua Tim Kerja Pencegahan Mitigasi Kesiapsiagaan dan Kesehatan Matra, Widiana Agustin dalam paparannya mengenai kebijakan dalam penanggulangan krisis kesehatanmengatakan bahwa penanganan bencana masuk sebagai salah satu indikator di dalam transformasi sistem kesehatan. Pilar ketiga transformasi sistem ketahanan kesehatan menyebutkan upaya untuk memperkuat ketahanan tanggap darurat.
Dijelaskan Widiana bahwa Indonesia merupakan suatu negara yang sangat berisiko tinggi terhadap kejadian bencana. Bencana akan menimbulkan berbagai dampak dan salah satu dampak terbesar yang dirasakan selain ekonomi adalah dampak kesehatan.
“Program-program yang kita laksanakan saat ini semua untuk mendukung transformasi sistem ketahanan kesehatan, untuk memperkuat ketahanan kita dalam menghadapi situasi darurat krisis kesehatan,” tutur Widiana.

Dijelaskan Widiana bahwa pandemi Covid-19 banyak sekali memberikan pelajaran terhadap peningkatan penguatan sistem ketahanan nasional. Pada saat pandemi sistem kesehatan nasional ternyata tidak sekuat dan setangguh yang dibayangkan. Itulah yang akhirnya menyadarkan Kemenkes untuk bertransformasi, bagaimana caranya untuk mengurangi resiko jika terjadi bencana atau krisis kesehatan di masa depan.
Ditegaskan oleh Widiana disini bahwa manajemen penanganan krisis bukan hanya dilakukan pada situasi darurat saat terjadi bencana. Kegiatan-kegiatan justru banyak dilakukan pada pra-krisis sebelum terjadi bencana untuk mengurangi resiko. Sehingga ketika terjadi krisis kesehatan diharapkan sudah kuat dan tangguh karena sudah ditingkatkan kapasitasnya.
“Yang menjadi tujuan utama kita adalah upaya pengurangan resiko krisis kesehatan. Jadi kita banyak melakukan kegiatan pada pra-krisis, kita tingkatkan kapasitasnya agar kalau terjadi bencana atau krisis kesehatan dampaknya tidak besar,” ujar Widiana.
Sementara itu Koordinator Survei Status Gizi Indonesia, Tetra Fajarwati dalam paparannya mengenai Kebijakan Survei Status Gizi Indonesia mengatakan bahwa hasil SSGI dapat dimanfaatkan untuk perbaikan program-program ke depan dan pembuatan kebijakan-kebijakan lain. Diungkapkan Tetra selama ini sudah banyak instansi yang memanfaatkan data dari survei-survei yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan.
“SSGI adalah upaya Kementerian Kesehatan untuk menyediakan data stunting dari tingkat nasional sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. Data stunting dapat dimanfaatkan selain untuk memonitor progres dan perbaikan program juga dapat digunakan sebagai dasar pemberian insentif fiskal tahunan daerah,” papar Tetra.
Dijelaskan Tetra bahwa diluar Kementerian kesehatan data stunting digunakan untuk pengalokasian sumber daya oleh Kemenko PMK, dipakai untuk penentuan lokasi prioritas dan pemberian insentif fiskal tahunan bagi daerah oleh Kementerian Keuangan, serta digunakan daerah untuk membuat kebijakan atau program percepatan penurunan stunting.
Sekretaris BKPK Etik Retno Wiyati dalam sambutannya mengatakan bahwa komunitas belajar Anjak kesehatan adalah suatu wadah untuk saling berbagi pengalaman, pengetahuan, serta praktik-praktik baik dalam menganalisis berbagai isu kebijakan. Etik mengharapkan melalui forum ini para Anjak kesehatan dapat saling belajar karena saat ini peran Anjak menjadi lebih vital.
“Kompleksitas tantangan kesehatan yang kita hadapi sekarang ini sangat membutuhkan kapasitas analis kebijakan yang tidak biasa. Peran analis kebijakan menjadi semakin vital tidak hanya sebagai penerjemah data tapi juga sebagai jembatan penerjemah data menjadi keputusan atau kebijakan. Saya harapkan forum ini menjadi sebuah ruang yang menyatukan pemikiran kritis para analis kebijakan yang sudah berpengalaman di bidangnya,” ujar Etik. (Penulis: Kurniatun Karomah)