
Jakarta – Indonesia melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bekerja sama dengan Pemerintah Australia, menyelenggarakan ASEAN Consultative Meeting on International Health Regulations (IHR) Core Capacity and Cross-Border Coordination at Points of Entry (PoE) di Jakarta.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari upaya ASEAN memperkuat kapasitas kesiapsiagaan dan koordinasi lintas batas di pelabuhan, bandara, serta pos lintas batas darat, sebagai garda terdepan dalam pencegahan, surveilans, deteksi dini, pengukuran risiko, dan respons terhadap ancaman kesehatan masyarakat lintas negara.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), Kementerian Kesehatan RI dalam kapasitas sebagai tuan rumah the ASEAN Centre for Public Health Emergencies and Emerging Diseases (ACPHEED), dengan dukungan dari Pemerintah Australia melalui proyek Strategic Support for ACPHEED Preparation Phase.
Pertemuan dihadiri oleh perwakilan dari 11 negara-negara anggota ASEAN yang terdiri dari perwakilan Focal Point International Health Regulations (IHR) dan otoritas kesehatan di pintu masuk negara (Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan), Preparatory Team ACPHEED Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Sekretariat, ASEAN Biological Threats Surveillance (ABVC) serta mitra ASEAN diantaranya World Health Organization (WHO), Australian Mission to ASEAN, JICA, UK Health Security Agency (UKHSA), US CDC, Mekong Basin Disease Surveillance (MBDS), Kementerian Kesehatan Oman mewakili Gulf CDC, Asia Pacific Leaders’ Malaria Alliance (APLMA), akademisi, dan ahli.

Turut hadir juga kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perhubungan, Kementerian Imigrasi, dan Badan Karantina Indonesia yang semakin memperkaya diskusi lintas sektor yang menjadi pondasi penting bagi penguatan koordinasi dan kesiapsiagaan di titik masuk negara.
Kepala BKPK, Prof. Asnawi Abdullah, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kesiapsiagaan di pintu masuk negara sebagai garis pertahanan pertama dalam mencegah penyebaran penyakit menular lintas batas.“Pintu masuk negara bukan hanya tempat menyambut, tetapi juga harus mampu melindungi. Pelabuhan, bandara, dan perlintasan darat adalah garis terdepan dalam kesiapsiagaan, deteksi dini, dan respons cepat terhadap ancaman kesehatan”, ujar Prof. Asnawi pada Selasa (28/10).
Lebih lanjut, Prof. Asnawi menyampaikan bahwa pembentukan ACPHEED merupakan wujud nyata komitmen bersama ASEAN dalam memperkuat keamanan kesehatan kawasan. Indonesia, sebagai tuan rumah pilar Detection and Risk Assessment (DRA), berperan penting dalam mengembangkan strategi dan sistem yang meningkatkan kemampuan surveilans, epidemiologi lapangan, serta jejaring laboratorium di tingkat regional. “Melalui ACPHEED, ASEAN memperkuat kerja sama lintas negara agar kawasan kita lebih siap, terkoneksi, dan tangguh menghadapi potensi ancaman kesehatan di masa depan”, tambahnya.
Lara Fransen, Counsellor for Development dari Australian Mission to ASEAN, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi terhadap kepemimpinan Indonesia yang memegang peran utama dalam pengembangan ACPHEED, serta menegaskan dukungan Australia terhadap penguatan kapasitas kesehatan di kawasan.“Australia melihat ASEAN sebagai pusat kerja sama dan integrasi kawasan. Melalui ACPHEED, kita dapat memanfaatkan kekuatan kolektif ASEAN untuk memperkuat arsitektur kesehatan regional. Pertemuan ini menjadi langkah pertama dalam merealisasikan komitmen Australia untuk mendukung ACPHEED sebagai pusat keunggulan kawasan di bidang kesiapsiagaan dan respons terhadap kedaruratan kesehatan”, ujar Lara Fransen.
Pertemuan ini diharapkan menghasilkan rekomendasi praktis bagi penguatan koordinasi dan kesiapsiagaan lintas batas, serta mempercepat operasionalisasi ACPHEED sebagai pusat keunggulan regional dalam keamanan kesehatan.
Dengan dukungan dari Pemerintah Australia, mitra internasional, dan kolaborasi lintas sektor di ASEAN, kegiatan ini menandai langkah penting menuju sistem kesehatan ASEAN yang lebih terintegrasi, adaptif, dan berdaya saing global. (Penulis: Pusat Kebijakan Strategi dan Tata Kelola Kesehatan Global, Editor: Timker HDI)








