Jakarta– Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Syarifah Liza Munira menerangkan bahwa teknologi kesehatan dapat mendukung Indonesia dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi.
“Upaya ini harus diwujudkan sebelum Indonesia mencapai puncak bonus demografi sekitar tahun 2030-2035,” ujarnya pada Public Hearing Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 substansi Teknologi Kesehatan pada Kamis (21/9).
Menurut Liza peranan teknologi sangat penting, mulai dari preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif, hingga paliatif. Agar teknologi berkembang dengan maju dibutuhkan penelitian dan inovasi yang sesuai dengan etika penelitian. “Hal ini perlu diatur dalam regulasi,” jelasnya.
Pada kesempatan ini Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan BKPK Kemenkes, Yuli Farianti menyampaikan permasalahan saat ini adalah rendahnya inovasi teknologi kesehatan dalam negeri. Pemerintah perlu membangun kerjasama dengan peneliti serta industri dalam menciptakan inovasi teknologi kesehatan.
Public Hearing substansi Teknologi Kesehatan dihadiri oleh berbagai elemen publik baik dari kalangan pemerintah dan non-pemerintah, yang terdiri dari pakar, akademisi, praktisi, asosiasi dan organisasi masyarakat, serta para penerima manfaat teknologi kesehatan. Tercatat telah terhimpun 57 aspirasi dan masukan.
Pakar Universitas Indonesia Pratiwi Sudarmono menyampaikan aspirasinya tentang materi yang akan tercakup dalam rancangan peraturan pemerintah yang sedang disusun. Pratiwi berharap rancangan peraturan ini dapat mencakup hal-hal yang telah dilakukan seperti Health Technology Assessment dan Material Transfer Agreement. Selain itu Pratiwi juga menyampaikan pentingnya menjembatani berbagai stakeholders yang terlibat.
Mengenai pemanfaatan teknologi kesehatan, perwakilan dari RSUP Kariadi Semarang dr. Faza menyampaikan masukannya. “Harapannya rancangan peraturan ini dapat meng-cover teknologi kesehatan yang dapat dinikmati masyarakat luas. Tidak hanya pada center-center tertentu saja, bukan hanya kota besar, namun juga di daerah terpencil,” tuturnya.
Perwakilan Asosiasi Genomik Indonesia Iva yang turut hadir juga menyampaikan aspirasinya terkait penelitian, pengembangan, dan pengkajian. “Kita seharusnya bisa berkolaborasi, baik dari pemerintah, akademik dan swasta. Afiliasi yang ada belum bisa dikaitkan satu sama lain, sehingga perlu penguatan koordinasi dan fasilitasi,” katanya.
Hadir pula Ahmad Hidayat perwakilan Forum Komunikasi Teknologi Informasi Kesehatan Nasional. Ahmad berharap agar pengembangan teknologi kesehatan memanfaatkan sistem informasi yang sudah menggunakan standar data, metadata dan interoperability yang sudah dibuatkan konsep dan template-nya.
Sementara itu dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Desi mengingatkan agar dapat memasukkan aspek hak asasi manusia dalam rancangan peraturan pemerintah ini. “Standar Norma dan Pengaturan tentang Hak atas Kesehatan yang sudah disusun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mungkin bisa dirujuk agar tidak diskriminatif.” jelasnya.
Masyarakat masih terus dapat menyampaikan partisipasi dan aspirasinya terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-undang Kesehatan. Aspirasi dapat disampaikan melalui website partisipasisehat.kemkes.go.id. (Penulis Yuliana/Editor Timker KLI)