
Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI Prof. Asnawi Abdullah menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan terus mengupayakan sinkronisasi antara kebijakan pembiayaan dan program kesehatan agar setiap fasilitas mampu mengelola dana jaminan kesehatan secara efektif. Hal itu disampaikannya dalam acara Kegiatan Koordinasi Pembinaan Wilayah Seri 8 yang diselenggarakan BKPK (24/11) secara hybrid. Topik yang dibahas yakni Optimalisasi Pemanfaatan Dana Non Kapitasi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
“Fokus pembahasan hari ini adalah meningkatkan pemahaman dan sinergi dalam pengelolaan dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN), terutama di fasilitas kesehatan primer non BLUD. Optimalisasi dana non kapitasi ini sangat penting untuk mendukung peningkatan kualitas layanan dan keberlanjutan pembiayaan kesehatan,” ujar Prof. Asnawi dalam sambutannya.
Dalam laporan panitia, Sekretaris BKPK Etίk Retno Wiyati menggarisbawahi urgensi penyelarasan pemahaman pemerintah daerah terhadap kebijakan optimalisasi dana non kapitasi. Menurutnya, selama ini banyak wilayah yang meminta audiensi karena belum memahami implementasi kebijakan tersebut.
“Kalau sosialisasi kebijakan ini bisa dilaksanakan secara merata oleh bapak ibu di daerah, maka audiensi tidak lagi membahas hal dasar tetapi tinggal mengecek bagaimana keberhasilan program di lapangan,” katanya.
Etίk menjelaskan bahwa evaluasi terakhir di forum Koordinasi Kebijakan Sektor Kesehatan (KKSK) menunjukkan masih banyak FKTP yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis BLUD, dan belum memahami pemanfaatan dana non-kapitasi secara optimal.
Ia berharap kegiatan pembinaan wilayah dapat menjembatani kesenjangan informasi tersebut. “Kami mohon perhatian pemerintah daerah untuk bersama-sama memastikan optimalisasi dana non-kapitasi,” ujarnya.
Tiga narasumber hadir dan menguraikan akan pentingnya optimalisasi dana kapitasi dan nonkapitasi untuk menjaga keberlanjutan mutu layanan JKN.
Rahma Anindita dari BPJS Kesehatan menyampaikan bahwa perluasan cakupan jaminan kesehatan telah signifikan, namun optimalisasi pemanfaatan dana masih menjadi pekerjaan besar.
“Sampai Oktober 2025 sudah 283 juta jiwa terdaftar dalam JKN atau 99,34 persen penduduk. Tetapi tantangannya bukan hanya kepesertaan, melainkan bagaimana dana layanan benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu pelayanan masyarakat,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pemanfaatan layanan meningkat hingga 673,9 juta pemanfaatan per tahun, menunjukkan kebutuhan pengelolaan pembiayaan yang efisien dan merata di seluruh fasilitas kesehatan.
Dari sisi regulasi pemanfaatan dana, Ratu Martiningsihdari Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes menekankan bahwa model pembayaran kapitasi dan non kapitasi harus dipahami jelas oleh setiap FKTP agar tidak terjadi salah kelola.
“BPJS hanya mentransfer dana ke fasilitas kesehatan, tetapi setelah dana diterima, FKTP harus mengetahui secara tepat pemanfaatannya. Setiap layanan yang menjadi kompetensi FKTP wajib tuntas di FKTP,” jelas Ratu.
Ratu menjelaskan bahwa kapitasi dibayarkan di muka dan berpotensi menimbulkan undertreatment bila tidak dikelola dengan standar kinerja, sementara non-kapitasi bersifat fee for service bagi layanan yang membutuhkan sumber daya lebih besar.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Fusia Meidiawaty menyoroti bahwa keberhasilan tata kelola pembiayaan sangat dipengaruhi kesiapan daerah meningkatkan status kelembagaan fasilitas. Kabupaten Bogor telah menerapkan mekanisme BLUD di sebagian besar Puskesmas.
“Dari 101 puskesmas, 91 sudah BLUD dan 10 masih non-BLUD. Target kami, pada 2026 semuanya BLUD agar perjalanan dana lebih singkat dan langsung dapat dimanfaatkan puskesmas,” ujarnya.
Ia menguraikan alokasi dana kapitasi khusus untuk puskesmas non-BLUD sebesar 70 persen untuk jasa pelayanan kesehatan dan 30 persen untuk operasional, sebagaimana diatur dalam SK Bupati. Namun sejumlah kendala masih ditemukan, seperti klaim yang tidak optimal dan keterbatasan SDM keuangan.
“Karena banyak tenaga kesehatan merangkap pengelolaan keuangan, peningkatan kapasitas SDM harus terus dilakukan. Monitoring dan evaluasi pengelolaan dana perlu dilakukan berkesinambungan,” tambahnya. (Penulis: Fachrudin Ali, Editor: Timker HDI)









