Teknologi Bedah Robotik di Indonesia

6071

Teknologi Bedah Robotik (Robotic Telesurgery) telah masuk tahun kedua dari peta jalan (roadmap) pembangunan Pusat Bedah Robotik di Indonesia 2021-2024, yaitu penyusunan Kurikulum Pelatihan Virtual Reality (VR) Simulator Robotic Telesurgery. Modul kurikulum ini mendapat dukungan yang luar biasa dari para Dokter Spesialis Bedah di Rumah Sakit, Kolegium Bedah dan Perhimpunan Dokter Bedah.

Bermula dari business matching para industri alat kesehatan berteknologi canggih, dibuatlah suatu disain proyek multi tahun dan multi stakeholders Robotik Telesurgeri 2021-2024, yang tidak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga mempunyai nilai edukasi dengan diberikannya akses transfer pengetahuan dan alih teknologi sehingga industri dalam negeri juga mampu memproduksi alat dan sparepart-nya di dalam negeri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mencukupi.

Tangkapan Layar: Prof Laksono Trisnantoro memberikan pengarahan pada pembukaan
Seminar Kurikulum Pelatihan Virtual Reality (VR) Simulator Robotic Telesurgery

Akses terhadap pelayanan kesehatan rujukan bagi masyarakat di daerah terpencil kerap menjadi tantangan tersendiri bagi Kemenkes. “Proyek Robotik merupakan project multi-years yang bertujuan untuk meningkatkan akses layanan dan mutu layanan kesehatan untuk daerah yang tidak terjangkau di Indonesia. Strateginya adalah menggunakan Robotik Telesurgeri sebagai bagian dari program telemedisin,” jelas Prof Laksono Trisnantoro, Staf Khusus Menkes Bidang Ketahanan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, pada sesi pembukaan seminar.

Baca Juga  Penelitian Mesenchymal Stem Cell, Kerjasama Balitbangkes dengan Daewoong Infion untuk mencari alternatif terapi COVID-19

Pembangunan Pusat Bedah Robotik sudah dilakukan dua Rumah Sakit Vertikal Kemenkes, yaitu di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Program ini menjadi prioritas karena dapat meningkatkan akses layanan operasi/bedah jarak jauh bagi masyarakat secara lebih luas lagi walaupun di Provinsi dan Kabupaten/Kota tidak ada tenaga spesialis/sub spesialis bedah. Proyek ini bertujuan untuk menurunkan jumlah antrian pasien rujukan di RS tipe A atau RS nasional sekaligus dapat menurunkan beban JKN dan meningkatkan ketahanan industri alkes dalam negeri.

Dokter Ahli Bedah Robotik di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Dr. Reno Rudiman, menjelaskan dengan baik perkembangan proyek robotik telesurgeri yang telah berjalan di RSHS sejak 2020. Beliau bahkan dengan gamblang menjabarkan pentingnya keberlangsungan project ini di jangka panjang sesuai roadmap yang telah disepakati.

Baca Juga  Validasi Rapid Diagnostic Test Antigen
Tangkapan Layar: Dr. Reno Rudiman menjelaskan perbedaan menggunakan alat robotik DaVinci dan Sina

Dr. Reno yang memiliki pengalaman dalam mengoperasionalkan Robotik DaVinci dan Robotik Sina menjelaskan perbedaan menggunakan kedua Robotik. Robotik Davinci melakukan pembedahan menggunakan instrumen dari satu konsul tower (sisi) yang dihubungkan ke pasien. Robotik Sina sistemnya menggunakan moduler dengan dua tower sehingga pergerakkannya lebih fleksibel. Instrumen yang digunakan DaVinci memiliki ukuran 10 mm. Sina memiliki ukuran 5 mm sehingga luka yang diakibatkan operasi bisa lebih minimally invassive lagi.

Dilihat dari skema pembiayaan, menurut Dr. Reno, Robotik Sina dinilai lebih ekonomis lebih feasible untuk usulan pembiayaan JKN. Apalagi program ini akan alih teknologi dimana instrumennya nanti bisa diproduksi oleh industri dalam negeri. Di sinilah peran PT. Indofarma, sehingga biaya akan jauh lebih ekonomis.

Baca Juga  Potret Sehat Indonesia dari Kacamata SKI 2023

Proyek ini merupakan contoh konkret dari Transformasi Sistem Kesehatan yang diinisiasi oleh Kemenkes, yang terdiri dari gabungan lima pilar Transformasi Kesehatan, yaitu: Layanan Rujukan, Pembiayaan Kesehatan, Ketahanan Industri Alkes, SDM Kesehatan untuk Layanan Spesialis Bedah Jarak Jauh, dan Teknologi Kesehatan. Rekomendasi kebijakan untuk mengimplementasikan program Robotik Telesurgeri di Indonesia membutuhkan komitmen besar dari semua stakeholders, yaitu Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit, Universitas dan BUMN. Tahapan selanjutnya dari proyek ini adalah dilakukannya kolaborasi riset dan uji klinis bersama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta di tahun 2023. (Hardini Kusumadewi)