Penulis Fachrudin Ali (Pranata Humas Ahli Madya BKPK)

Hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa 37,4% penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas kurang melakukan aktivitas fisik, sedangkan 62,6% cukup beraktivitas fisik.
Masih dari hasil survei yang sama, terdapat empat alasan utama masyarakat Indonesia tidak melakukan aktivitas fisik secara memadai. Sebanyak 48,7% menyatakan tidak ada waktu, 32,6% mengaku malas, 19,5% menyebut sudah lanjut usia, dan 9,8% merasa tidak memiliki rekan beraktivitas.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa perilaku hidup aktif belum sepenuhnya menjadi bagian dari keseharian masyarakat, bahkan di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya gaya hidup sehat.
Faktor Pemicu Rendahnya Aktivitas
Berdasarkan SKI 2023 serta berbagai penelitian terkini, ada sejumlah faktor dominan yang menjelaskan rendahnya partisipasi aktivitas fisik di Indonesia. Pertama, keterbatasan waktu menjadi alasan paling banyak dikemukakan. Banyak masyarakat bekerja dalam jam panjang dan menghadapi tekanan mobilitas tinggi di perkotaan sehingga tidak memiliki waktu untuk berolahraga.
Kedua, motivasi yang rendah. Sekitar sepertiga responden mengaku malas, menunjukkan adanya masalah perilaku dan kesadaran akan pentingnya kesehatan (Octania et al., 2023).
Ketiga, faktor usia dan kondisi fisik. Kelompok lansia cenderung mengurangi aktivitas karena merasa sudah tidak mampu, padahal aktivitas ringan seperti berjalan santai justru penting bagi fungsi jantung dan sendi.
Keempat, kurangnya dukungan sosial dan fasilitas lingkungan. Tidak semua wilayah memiliki trotoar yang aman, taman publik, atau jalur sepeda yang memadai. Kurangnya rekan beraktivitas juga menjadi hambatan psikologis yang signifikan (Andriyani et al., 2021).
Penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa hambatan aktivitas fisik sering kali disebabkan oleh kombinasi faktor internal seperti motivasi rendah, dan eksternal seperti lingkungan yang tidak mendukung (Octania et al., 2023). Hal ini memperkuat temuan bahwa intervensi peningkatan aktivitas fisik perlu dilakukan secara holistik — tidak cukup hanya mengandalkan kesadaran individu.
Mengapa Aktivitas Fisik Penting?
Aktivitas fisik tidak terbatas pada olahraga formal seperti berlari atau bersepeda, tetapi mencakup setiap bentuk gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran energi di atas kondisi istirahat. World Health Organization (WHO, 2020) menegaskan bahwa “Doing some physical activity is better than doing none”.
Pedoman global WHO merekomendasikan agar orang dewasa berusia 18–64 tahun melakukan aktivitas fisik intensitas sedang minimal 150–300 menit per minggu, sementara anak dan remaja dianjurkan aktif secara fisik minimal 60 menit per hari. Aktivitas rutin terbukti menurunkan risiko penyakit jantung, stroke, diabetes, tekanan darah tinggi, dan obesitas (WHO, 2020).
Namun, di Indonesia, keterbatasan waktu, kemudahan teknologi, serta meningkatnya aktivitas sedentari seperti duduk di depan layar dalam waktu lama turut menurunkan tingkat aktivitas harian. Studi yang dilakukan Rivan Virlando Suryadinata dan Devitya Angielevi Sukarno (2019) menunjukkan bahwa penurunan tingkat aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko obesitas pada usia dewasa.
Dengan demikian, walaupun nutrisi menjadi fokus utama kebijakan kesehatan, masalah rendahnya aktivitas fisik tetap menjadi ancaman serius bagi produktivitas dan kualitas hidup masyarakat.
Rekomendasi Aksi Praktis untuk Masyarakat
Rendahnya tingkat aktivitas fisik dapat diatasi dengan strategi realistis yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, sisihkan waktu khusus untuk bergerak. Aktivitas sederhana seperti berjalan kaki ke warung, bersepeda ringan, atau menggunakan tangga dapat membantu meningkatkan kebugaran tanpa memerlukan peralatan mahal.
Kedua, libatkan keluarga, teman atau bergabung dengan komunitas. Saat ini terdapat banyak kelompok komunitas yang bergabung misalnya melalui WhatsApp Grup (WAG) dan melakukan aktivitas menarik bersama. Dukungan sosial terbukti menjadi faktor penting dalam menjaga konsistensi aktivitas. Andriyani et al. (2021) menyebutkan bahwa remaja yang mendapat dukungan keluarga lebih konsisten melakukan aktivitas fisik selama pandemi.
Ketiga, buat aktivitas fisik menjadi menyenangkan. Prinsip enjoyable movement” membantu seseorang mempertahankan rutinitas. Bisa dimulai dari hobi seperti menari, yoga, atau permainan outdoor ringan.
Keempat, optimalkan fasilitas publik yang tersedia. Pemerintah daerah dapat berperan besar dalam penyediaan ruang terbuka hijau dan jalur pedestrian aman agar masyarakat lebih terdorong untuk bergerak. Terakhir, kembangkan kampanye perilaku aktif di tempat kerja dan sekolah, termasuk promosi istirahat aktif dan program olahraga bersama.
Penutup
Temuan SKI 2023 menjadi pengingat bahwa tantangan kesehatan masyarakat Indonesia tidak hanya soal gizi dan penyakit menular, tetapi juga perilaku sehari-hari yang kian pasif. Jika tidak diantisipasi, rendahnya aktivitas fisik akan memperberat beban penyakit tidak menular dan menurunkan produktivitas nasional.
Kesehatan bukan hanya urusan medis, melainkan hasil dari kebiasaan hidup yang terpelihara. Kesehatan dapat diperoleh dengan cara yang mudah, murah dan sederhana. Dengan langkah-langkah kecil yang konsisten —berjalan kaki, bersepeda, atau sekadar melakukan peregangan di sela pekerjaan, masyarakat dapat membangun budaya hidup aktif. Dari langkah kecil itulah harapan besar muncul: Indonesia yang lebih sehat dan lebih bugar.
Terakhir, rutinlah memeriksakan kesehatan di fasilitas kesehatan untuk deteksi dini penyakit. Manfaatkan Cek Kesehatan Gratis. (Editor Vita Tewu)








