
Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa arah utama pembangunan kesehatan Indonesia ke depan harus berfokus pada upaya menjaga masyarakat tetap sehat, bukan hanya mengobati ketika sudah sakit. Pesan tersebut disampaikannya dalam sambutan pada Main Event The 3rd Indonesia Health Partners Meeting, di Jakarta, Senin (8/12/2025), yang mengusung tema Harmony for Indonesia Health Transformation Acceleration,
Forum ini mempertemukan para donor internasional, mitra swasta, pemangku kepentingan sektor kesehatan, mitra pembangunan internasional, lembaga internasional, UN agencies, para duta besar dan perwakilan kedutaan besar, bilateral agencies, INGO, filantropi, serta mitra pembangunan dari sektor swasta dan filantropi Indonesia.
Dihadiri oleh lebih dari 300 peserta, harmoni kolaborasi global dan nasional ini bertujuan untuk percepatan pencapaian transformasi kesehatan melalui tersedianya layanan kesehatan yang lebih kuat, adil, dan inovatif bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam forum tersebut, Menkes Budi menyoroti tantangan besar Indonesia dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ia mengungkapkan, berdasarkan berbagai indikator kesehatan global, usia harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini berada di kisaran 72 tahun. Namun yang menjadi perhatian utama bukan hanya seberapa lama seseorang hidup, melainkan seberapa lama seseorang dapat hidup dalam kondisi sehat dan produktif. “Kita tidak hanya berbicara hidup panjang, tetapi hidup panjang dalam keadaan sehat. Di Indonesia, usia hidup sehat rata-rata masih sekitar 60 tahun. Ini terlalu rendah,” ujarnya.
Menkes Budi membandingkan kondisi itu dengan Jepang, yang menjadi contoh negara dengan kualitas hidup sehat yang sangat tinggi. Ia menyebutkan, Jepang memiliki sekitar 100.000 penduduk yang berusia di atas 100 tahun, atau sekitar 0,08 persen dari total penduduk—tertinggi di dunia. Menurut Menkes, rahasia utama umur panjang masyarakat Jepang bukan hanya terletak pada layanan kesehatan modern, tetapi pada pola hidup yang disiplin, seperti pengaturan makan, aktivitas fisik yang konsisten, manajemen stres, serta kualitas tidur yang baik.
Selanjutnya Menkes Budi menegaskan, Indonesia menargetkan peningkatan usia harapan hidup masyarakat hingga 75 tahun. Namun target tersebut tidak akan bermakna jika tidak diiringi dengan peningkatan usia hidup sehat hingga minimal 65 tahun. “Hidup panjang saja tidak cukup. Kita tidak ingin hidup lama tetapi dalam kondisi sakit-sakitan, stroke, tidak bisa berjalan, atau mengalami gangguan fungsi tubuh lainnya. Kita ingin hidup panjang dalam keadaan sehat,” katanya.
Ia mengkritik paradigma lama pembangunan kesehatan yang selama ini terlalu bertumpu pada layanan kuratif atau pengobatan. Menurutnya, sekitar 80 persen anggaran kesehatan nasional masih dihabiskan untuk mengobati orang sakit, sementara porsi untuk menjaga masyarakat tetap sehat jauh lebih kecil. Padahal, dari sisi jumlah, orang sehat di Indonesia mencapai sekitar 260 juta jiwa, sedangkan yang sakit sekitar 30 juta jiwa. “Secara ekonomi, ini tidak adil. Kita justru menghabiskan sebagian besar anggaran untuk kelompok yang lebih kecil,” ujarnya.
Karena itu, Menkes Budi mendorong transformasi kesehatan melalui 6 (enam) reformasi utama yang bertumpu pada pendekatan promotif dan preventif. Strategi ini, menurutnya, harus dimulai dari perubahan gaya hidup masyarakat secara luas. Ia mencontohkan pentingnya mengurangi konsumsi makanan berlemak dan gorengan, memperbanyak asupan ikan dan makanan sehat, rutin berolahraga, mengelola stres melalui meditasi, serta menjaga kualitas tidur.
Selain perubahan gaya hidup, Menkes Budi menekankan pentingnya penguatan upaya pencegahan melalui imunisasi dan skrining penyakit. Deteksi dini, menurutnya, memungkinkan intervensi lebih cepat sebelum penyakit berkembang menjadi lebih berat dan mahal untuk ditangani. “Ketika hasil skrining menunjukkan kondisi kuning atau merah, masyarakat harus segera mengambil langkah, baik dengan pengobatan maupun perubahan gaya hidup,” katanya.
Dalam konteks pembiayaan kesehatan global, Menkes Budi juga menyoroti tantangan penurunan bantuan pembangunan luar negeri untuk sektor kesehatan di berbagai negara berkembang. Ia menyebutkan, tren pemangkasan dana bantuan internasional diperkirakan mencapai puluhan juta dolar dalam beberapa tahun ke depan. Karena itu, Indonesia tidak bisa lagi sepenuhnya bergantung pada hibah asing.
Menurut Budi, kemandirian pembiayaan kesehatan menjadi keniscayaan. Ia mendorong agar kemitraan dengan lembaga keuangan internasional diarahkan pada skema pendanaan yang efisien, berkelanjutan, dan tidak menjadi beban jangka panjang. Ia mengibaratkan negara seperti orang tua yang harus mendidik anaknya agar mandiri secara finansial, bukan terus-menerus disuapi bantuan tanpa batas.
Budi juga menegaskan bahwa kesehatan memiliki karakter yang berbeda dengan pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan, jembatan, atau pelabuhan. Jika proyek infrastruktur bisa ditunda beberapa tahun, sektor kesehatan tidak memiliki kemewahan yang sama. “Kesehatan menyangkut nyawa. Menunda berarti mempertaruhkan keselamatan manusia,” katanya.
Dalam kesempatan itu, ia mengajak seluruh mitra pembangunan untuk membangun kolaborasi yang lebih strategis dan berdampak langsung pada masyarakat. Menurutnya, investasi di sektor kesehatan bukan hanya investasi sosial, tetapi juga ekonomi, karena masyarakat yang sehat akan jauh lebih produktif dan mampu mendorong pertumbuhan nasional secara berkelanjutan.

Di akhir arahannya, Menkes kembali menegaskan bahwa keberhasilan transformasi kesehatan tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah atau kecanggihan teknologi medis, tetapi pada kesadaran kolektif masyarakat untuk mengubah pola hidup. “Strategi kami sederhana: jaga orang tetap sehat, jangan tunggu sampai sakit. Dari situlah masa depan kesehatan Indonesia akan ditentukan,” ujarnya.
Pada kesempatan ini, wakil dari unit utama menyampaikan capaian dan praktik baik setiap pilar transformasi yang didukung oleh para mitra, yang diperkuat dengan testimoni dari para penerima manfaat dari berbagai program dan wilayah Indonesia. Kemitraan dengan Kementerian Kesehatan memberikan nilai timbal balik: memperkuat sistem kesehatan Indonesia sekaligus menghadirkan manfaat yang berarti bagi negara dan organisasi mitra pembangunan.
Di akhir acara Menteri Kesehatan menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh mitra atas kontribusi mereka dalam mendukung pembangunan kesehatan di Indonesia, yang ditandai dengan penyerahan plakat penghargaan. (Penulis Fachrudin Ali)








