Jakarta- Presiden Republik Indonesia Joko Widodo saat memberikan sambutan di Pembukaan Rapat Kerja Nasional Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) dan Penurunan Stunting di Auditorium BKKBN Halim Perdanakusuma Jakarta (25/1/2023) mengatakan stunting di negara kita menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar yang harus segera diselesaikan.
“Saya masuk di 2014, itu angkanya di angka 37 persen. Sebagaimana disampaikan oleh Menkes, di 2022 angkanya sudah turun menjadi 21,6 persen”, jelas Presiden.,
Menurut Presiden ini kerja keras kita semuanya. Dampak stunting ini bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi yang paling berbahaya adalah nanti rendahnya kemampuan anak untuk belajar, dan yang ketiga munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak.
Oleh sebab itu, target 14 persen di tahun 2024 ini harus kita bisa capai. “Saya yakin dengan kekuatan kita bersama, semuanya bergerak, angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,” ungkap Presiden.
Presiden menegaskan target 14 persen bukan target yang sulit, hanya kita mau atau tidak mau. Asal kita bisa mengonsolidasikan ini dan jangan sampai keliru. “Karena yang lalu-lalu yang saya lihat di lapangan, dari kementerian masih memberi biskuit pada anak. Cari mudahnya. Saya tahu, lelangnya gampang. Kalau telur, ikan ini kan gampang busuk, gampang rusak telur. Ini mudah, cari mudahnya saja. Jangan dilakukan lagi, sudah. Kalau anaknya, bayinya harus diberikan telur ya telur, berikan ikan ya ikan,” katanya lebih lanjut.
Presiden Joko Widodo menjelaskan provinsi sebagaimana sudah disampaikan Menkes, lima yang persentasenya tinggi itu di NTT, Sulbar, Aceh, NTB, dan Sultra. Tetapi kalau dihitung secara jumlah, beda lagi, yang paling banyak adalah Jawa Barat, kemudian Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumut, dan Banten.
“Ini kalau jumlah yang ada ini semuanya bisa kita miliki by name by address-nya, lebih mudah sekali untuk menyelesaikan, karena sasarannya jelas, siapa, siapa, siapa. Monitornya jelas, harus diberi apa, diberi apa juga jelas,” harap Presiden Joko Widodo
Dalam kesempatan yang sama saat memberikan laporan kepada Presiden Joko Widodo (25/1/2023) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, angka stunting turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022. Untuk itu, Menkes Budi mengucapkan terimakasih atas pencapaian penurunan angka Stunting ini, khususnya kepada gubernur, bupati/walikota karena hal ini terjadi pada masa pandemi dan bukan terjadi pada masa biasa.
“Mudah-mudahan karena pandemi sudah terkendali di tahun ini, angka stunting menjadi lebih baik. Karena di masa pandemi saja, angka stunting bisa turun,” harap Menkes.
“Ada 2 provinsi besar yang turunnya kepala tiga, diatas 3 persen, Jawa Barat dan Jawa Timur,” ujar Menkes.
Kedepannya, pelaksanaan survei ini akan terus diperbaiki. “Jika bisa by name by address,” jelas Menkes. Tapi tetap pelaksanaan survei ini akan menggunakan metode pengukuran yang sama.
Lebih jauh Menkes Budi menerangkan Kemenkes kebagian intervensi yang spesifik. Menurut WHO peranan ini hanya 30%. Menkes juga menekankan untuk berkonsentrasi di sini karena memang ini tugas Kemenkes dalam membantu tugas BKKBN.
Ada dua titik intervensi kesehatan yang harus dilakukan. Pertama, pada saat Ibunya hamil yakni pada masa sebelum kelahiran, karena faktor risiko stunting paling besar. Kedua, pada saat usia bayi 6-23 bulan sesudah kewajiban pemberian ASI selesai.
Cara pengukurannya, Ibu hamil tidak boleh kurang gizi dan anemia. Untuk bayi yang sudah selesai pemberian hanya ASI saja (ASI Ekslusif), harus diberi makanan tambahan dengan mengutamakan pemberian protein hewani.
“Jadi harus dikasih telur atau ikan atau daging,” tegas Menkes. Bukan hanya karbohidrat, sayur dan protein nabati. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak menjadi stunting. (Penulis Fachrudin Ali/Editor Agus Triwinarto)