Capaian SSGI 2024 Ungkap Tren Positif

34

Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan (BKPK Kemenkes) Prof. Asnawi Abdullah menyampaikan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024 dalam kegiatan diseminasi yang diselenggarakan secara daring dan luring pada sesi panel pada hari Senin (26/3). Paparan menyoroti capaian signifikan dalam penurunan prevalensi stunting nasional serta tantangan yang masih perlu diatasi.

Kegiatan diseminasi ini digelar sebagai bentuk transparansi dan pertanggungjawaban publik terhadap hasil survei nasional yang menjadi rujukan utama dalam pengambilan kebijakan kesehatan, khususnya dalam penanggulangan masalah gizi. Diseminasi juga dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah daerah, akademisi, organisasi internasional, serta mitra pembangunan lainnya.

Kepala BKPK mengungkapkan bahwa prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2024 menurun menjadi 19,8%. Ia menegaskan capaian ini telah melampaui proyeksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang sebelumnya memperkirakan angka stunting pada 2024 berada di kisaran 20,1%. Angka ini menunjukkan progres positif dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 21,5%, atau penurunan sebesar 1,7%.

Secara absolut, jumlah balita stunting juga menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada tahun 2023, jumlah balita yang mengalami stunting diperkirakan mencapai 4,8 juta balita. Namun, pada tahun 2024 jumlah tersebut berhasil ditekan menjadi sekitar 4,4 juta balita. Artinya, terdapat lebih dari 357.000 balita yang berhasil dicegah dari kondisi stunting. Hal ini dianggap sebagai indikasi kuat bahwa Indonesia berada di jalur yang benar (on track) untuk mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2045, yakni menurunkan prevalensi stunting hingga di bawah 5%.

Baca Juga  Kabupaten Merangin Siap Mendukung Universal Health Coverage

Ia menekankan pentingnya menjaga penurunan ini agar tetap konsisten setiap tahun. “Kalau kita ingin mencapai target RPJPN 2045, kita harus mampu menekan angka stunting baru sebanyak 325.000 balita setiap tahunnya. Tahun ini kita berhasil menekan stunting baru hingga 377.000. Ini artinya ada target yang telah melampaui target Bappenas,” ujarnya.

Lebih jauh, paparan juga menyoroti detail prevalensi stunting menurut kelompok umur. Ditemukan bahwa stunting bervariasi menurut umur. Pada usia di bawah satu tahun, prevalensi stunting relatif paling rendah, yakni sekitar 11%, di usia dua tahun meningkat menjadi 19,9% dengan puncaknya pada usia dua setengah tahun mencapai 24,2%.

Hasil SSGI juga mencatat bahwa tren penurunan stunting terjadi hampir di semua kelompok umur. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok usia 12 hingga 23 bulan.

Baca Juga  Menkes Lantik Syarifah Liza Munira Sebagai Kepala BKPK

Selain berdasarkan umur, perbandingan prevalensi stunting juga dilakukan menurut status sosial ekonomi. Survei menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup signifikan antara kelompok masyarakat miskin dan kaya. Pada kuintil terbawah, prevalensi stunting mencapai 29,8 persen, sedangkan pada kuintil tertinggi hanya sekitar 12 persen. “Anak-anak yang lahir dari keluarga relatif miskin memiliki risiko stunting 2,5 kali lebih besar dibandingkan mereka yang lahir dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang baik,” jelas Kepala BKPK.

Prevalensi stunting berdasarkan provinsi, ditemukan disparitas antar provinsi. Terendah adalah provinsi Bali (8,7%) tertinggi Nusa Tenggara Timur (37%). 12 provinsi menunjukkan prevalensi stunting di bawah rata-rata nasional, 24 provinsi berhasil menurunkan prevalensi stuntingnya. Provinsi Jawa Barat menunjukkan penurunan paling signifikan yaitu dari 21,7% tahun 2023 menjadi 15,9% tahun 2024 (5,8%). Terdapat 11 provinsi mengalami kenaikan prevalensi stunting dan peningkatan terbesar terjadi di 3 provinsi yaitu Riau (6,5%), NTB (5,2%), Sulawesi Barat (5,1%).

Baca Juga  Lakukan Kolaborasi Kebijakan Pembiayaan Kesehatan Promotif Preventif dan JKN

“50% jumlah balita stunting terkonsentrasi di 6 provinsi. Yang paling banyak Jawa Barat karena jumlah penduduk yang besar, diikuti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan NTT”, ujar Prof. Asnawi.

Prof. Asnawi menegaskan bahwa hasil SSGI 2024 dapat dipercaya karena dilaksanakan dengan quality assurance yang terjamin. Response rate blok sensus 97,6% dan response rate rumah tangga yang dikunjungi 85,8%. “SSGI 2024 dilaksanakan oleh konsorsium PT Sucofindo, PT Surveyor Indonesia dan Lembaga Survei Independen Nusantara dengan pengawasan ketat dari BKPK, BPS, BRIN dan tim pakar”.

Di akhir paparannya Prof. Asnawi menyampaikan bahwa detil hasil survei ini telah disusun dalam bentuk buku SSGI dalam Angka yang dapat diakses melalui website BKPK.

(Penulis Fachrudin Ali/Editor Timker HDI)