Jakarta– Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan telah ditetapkan oleh DPR dalam Program Legislasi Nasional sebagai prioritas tahun 2023. Presiden Joko Widodo telah menunjuk wakil pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk menginventarisasi penyusunan Daftar Isian Masukan (DIM) dengan melibatkan aspirasi masyarakat.
Sebagai langkah dalam penyusunan DIM, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan kembali melaksanakan Public Hearing pada Rabu (15/3) di Jakarta secara hybrid dengan membahas RUU Kesehatan Bab XI pasal 356-365 dengan topik Teknologi Kesehatan.
Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (BKPK Kemenkes RI) Syarifah Liza Munira dalam pembukaannya mengatakan BKPK mencatat semua masukan yang disampaikan oleh stakeholders.
“Hari ini kita akan melihat lebih dalam untuk mendapatkan masukan dari Bab XI mengenai teknologi kesehatan. Kami mengharapkan sekali peserta yang hadir dapat memberikan masukan untuk dimasukkan ke dalam pembahasan DIM bersama dengan Kementerian/Lembaga terkait,” ungkap Liza.
Terkait regulasi teknologi kesehatan, Liza mengungkapkan seluruh masyarakat tentu berharap agar obat, vaksin, dan alat kesehatan ini maju secara teknologi dan terjamin keamanannya.
“Kami mencatat beberapa masukan yang disampaikan, agar regulasi yang dibuat tidak menghambat reformasi kesehatan, kapasitas teknologi di Indonesia bisa semakin maju, dan terjadi harmonisasi antar para pakar/ahli agar regulasi dapat mendorong kemajuan teknologi kesehatan”, terang Liza.
Kepala Pusat Kebijakan Kesehatan Global dan Teknologi Kesehatan BKPK Kemenkes Bonanza Perwira Taihitu mengatakan bab teknologi kesehatan dalam RUU Kesehatan mengatur tentang teknologi kesehatan yang dimanfaatkan bagi kesehatan.
Teknologi kesehatan adalah segala bentuk alat dan/atau metode yang ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosa, pencegahan, dan penanganan permasalahan kesehatan manusia.
“Beberapa hal lain yang diusulkan pada RUU Kesehatan adalah teknologi kesehatan diselenggarakan, diteliti, diproduksi, diedarkan, dan/atau dimanfaatkan bagi kesehatan”, ujar Bona.
Dalam mengembangkan teknologi kesehatan, Bona mengungkapkan dapat dilakukan penelitian dalam laboratorium yang dilakukan terhadap manusia dan/atau hewan. Penelitian tersebut harus memiliki protokol yang jelas dan izin dari pihak yang berwenang. Selain itu, harus memerhatikan manfaat, keselamatan manusia, serta kelestarian lingkungan hidup.
Lebih lanjut Bona menyampaikan penelitian kesehatan yang dilakukan terhadap manusia harus mendapat persetujuan dari subjek penelitan dan menghormati hak-hak subjek penelitian, termasuk menjamin tidak merugikan manusia yang dijadikan subjek penelitian.
“Terkait penelitian mengenai hewan, harus dijamin untuk kelestarian hewan dan mencegah dampak buruk yang tidak langsung bagi kesehatan manusia”, imbuh Bona.
Kemudian Bona mengatakan setiap penelitan dan pengembangan teknologi kesehatan harus mempertimbangkan potensi risiko dan manfaat terhadap kesehatan masyarakat dimana ketentuan lebih lanjut dilaksanakan sesuai dengan peraturan peraturan perundang-undangan.
Pertemuan ini melibatkan Para Pakar, Guru Besar, Profesor Riset, Institusi Pendidikan Tinggi, Organisasi Profesi, Asosiasi terkait Kesehatan, dan Industri Teknologi Kesehatan dan Bioteknologi. (Penulis Ripsidasiona)