FACT SHEET : Kejadian Hepatitis Yang Belum Diketahui Etiologi Nya

6253

RANGKUMAN ETIOLOGI :

Hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya ini dapat diamati berdasarkan gejala yang timbuk yakni, mual, muntah akut, diare akut, malaise/letargi, kehilangan nafsu makan, demam, nyeri bagian perut, arthralgia/myalgia, gatal, kuning pada sklera mata dan kulit, air kencing seperti teh, perubahan warna feses (pucat), dan sesak nafas. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom ikterus akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri perut, diare, dan muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan gejala demam.

Tes laboratorium di luar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab penyakit.

Dugaan kuat mengarah pada patogen terkait adenovirus, seiring dengan  deteksi sampel positif pada kasus disfungsi hati berat (hepatitis akut). Dari 163 kasus di Inggris, 126 di antaranya diikutkan pengujian adenovirus dan 91 kasus terdeteksi positif (72%). Laporan lain menyatakan, adenovirus terdeteksi pada 74 kasus di luar negeri setelah uji molekuler, diidentifikasi sebagai F Tipe 41. SARS-COV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus dinyatakan koinfeksi SARS-COV-2 dan Adenovirus. Kasus tersebut terjadi pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10 persen) membutuhkan transplantasi hati dan satu anak dilaporkan meninggal.

Adenovirus terdeteksi paling banyak terdapat dalam darah utuh (whole blood), sehingga hasil negatif palsu kemungkinan bisa terjadi pada pengujian sampel pada tinja, serum, atau plasma saja. Dugaan adanya asosiasi infeksi SARS-Cov-2 dengan manifestasi hepatitis akut kurang kuat, karena hanya ditunjukkan sebanyak 24 kasus COVID-19 dari 132 penderita (18%). Dugaan kearah patogen lain, sangat lemah dan kurang signifikan. Patogen lain yang turut diobservasi sejak akhir 2021 pada kelompok anak di bawah 10  tahun di United Kingdom (UK)  antara lain norovirus, rotavirus, enterovirus, rhinovirus, dan human metapneumovirus.(1)

Meskipun belum terbukti setegas adenovirus, kajian asosiasi infeksi COVID-19 terhadap kejadian hepatitis akut di dunia tetap dilakukan. Infeksi SARS-CoV-2 diketahui kerap mempengaruhi fungsi kerja hati yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar aminotransferase serum. Akan tetapi, jarang terjadi keparahan kerusakan  hati. Kejadian ini umumnya terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit hati kronis, penyakit sistemik berat, dan disfungsi multiorgan. Hanya ada 2 kasus kerusakan hati berat yang terkait dengan infeksi COVID-19 yang diketahui.  Salah satunya adalah kasus anak yang mengarah pada diagnosis hepatitis autoimun tipe 2 (AIH).

Etiologi disfungsi hati akut terkait COVID-19 ini diduga berdasarkan sejumlah bukti yang berkaitan dengan respon inflamasi pada saat sistem imun bekerja.  AIH sendiri diketahui terjadi sebagai hasil interaksi kompleks antara faktor genetik, imunologi, faktor lingkungan semisal infeksi bakteri atau virus pemicu penyakit.  Belakangan, SARS CoV-2 erat dikaitkan dengan sejumlah perkembangan penyakit autoimun pada orang dewasa termasuk AIH dan diabetes tipe 1. (2)

Data COVID-19 pada anak usia kurang dari 10 tahun dalam rentang Oktober 2020-April 2022  di UK memperlihatkan peningkatan kejadian kasus ko-infeksi adenovirus-SARS-CoV-2 dan infeksi sekunder paska COVID-19. Deteksi patogen meningkat antara Jan-Mei 2022 dengan jenis koinfeksi terbanyak yaitu rhinovirus atau enterovirus, SARS-CoV-2,  dan  virus syncytial pernafasan. Hal ini duduga terkait kecenderungan infeksi virus pernafasan  terkait musim dan tingkat infeksi komunitas COVID-19 yang tengah tinggi. (1)

Baca Juga  Validasi Rapid Diagnostic Test Antigen

Laporan kasus:

Osborne, dkk melaporkan seorang anak perempuan usia 3 tahun, tidak obese, melakukan kunjungan dengan keluhan kelelahan dan penyakit kuning paska 3 minggu dari penegakan diagnosis positif tes PCR dengan manifestasi gejala COVID-19 demam ringan dan batuk.  Pasien tidak menerima obat, tidak dilakukan rawat inap, dan sembuh dalam 5 hari. Akan tetapi, 2 minggu kemudian pasien dirujuk ke unit pelayanan darurat setelah mengalami kondisi kelelahan, penyakit kuning, penurunan BAK. Berdasarkan pendalaman riwayat keluarga, tercatat  adanya diagnosis Hasihmoto’s toroiditis dan diabetes mellitus tipe 1 pada kerabat tingkat pertama.

Pemeriksaan fisik secara menyeluruh menunjukkan adanya scleral icterus, penyakit kuning (jaundice), tidak ada pembengkakan hati-limpa (hepatosplenomegali), dan kondisi mental normal. Hasil laboratorium dari unit UGD menemukan adanya peningkatan kadar alanine transsaminasi (ALT)-Aaspartate transaminase (AST),  tanda anemia hemolitik ringan dengan peningkatan laktat dehydrogenase dan haptoglobin tidak terdeteksi.  Kadar bilirubin total treukur 5,5 mg/fL, bilirubin terkonjugasi 0,9 mg/dL, International Normalized Ratio (INR) sebesar 2.0, dan level ammonia darah 46 mmol/L. Tes PCR dan IGG anti SARS Cov-2 menunjukkan hasil positif. Selain itu pasien tidak menunjukkan kriteria diagnostic sindrom inflamasi multisystem pada anak-anak dilihat dari indikator protein C-reaktif, serum, dan laju sedimentasi eritrosit yang normal. USG abdomen metode doppler memperlihatkan adanya difus heterogeny parenkim hati yang mengarah pada penyakit hepatoseluler

KONDISI DI INDONESIA

Sejak dilaporkan pertama pada tanggal 5 April tahun 2022, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menerima 10 kasus Hepatitis Akut yang tidak di ketahui Etiologinya (Acute hepatitis of unknown aetiology). Kemudian pada 15 April 2022, WHO menyatakan kejadian ini sebagai (KLB) pada tanggal 15 April 2022. Kejadian ini terus bertambah dengan adanya laporan-laporan dari berbagai negara sehingga didapatkan jumlah kasus probable diseluruh dunia sekitar 300 kasus. Pertama kali kasus ini dilaporkan di Indonesia pada tanggal 27 April 2022.

Pada saat itu 3 kasus telah dilaporkan dan hingga tanggal 12 Mei 2022 terjadi pertambahan kasus hingga 18 laporan kasus. Delapan belas kasus ini tersebar di 5 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Jawa Timur. Kasus kematian dilaporkan terjadi di DKI Jakarta sejumlah 4 kasus,  Jawa Timur 1 orang, Kalimantan Timur 1 orang dan Sumatera Barat 1 orang. Pasien lainnya masih dalam perawatan. Berdasarkan usia, rata-rata pasien yang terkena hepatitis akut berusia 1-6 tahun.

Kemenkes RI melalui Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan Terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown Aetiology). Berdasarkan Surat Edaran ini, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit dituntut untuk berperan aktif memantau dan melaporkan kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya pada Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). Gejala khas yang diperlukan pemantauan adalah kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak. Selain itu, instansi terkati juga diharapkan dapat memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat sebagai bentuk upaya pencegahan melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor juga perlu dibangun dan diperkuat. Kementerian Kesehatan juga melakukan beberapa upaya lain seperti melakukan pemantauan informasi global dan regional melalui portal informasi resmi WHO, CDC, ECDC, dan UK government, menyiapkan komunikasi risiko bagi masyarakat, meningkatkan kewaspadaan melalui pengamatan SKDR dan deteksi dini kasus, pencatatan dan pelaporan melalui NAR, penyelidikan epidemiologi, membuat alur tata laksana klinis, serta menyusun panduan pemeriksaan laboratorium dan mekanisme rujukan spesimen ke laboratorium rujukan.

Baca Juga  Bahaya Hipertensi Mengintai Anak Muda Indonesia

KONDISI DI LUAR NEGERI

Kejadian Hepatitis Aku yang belum diketetahui etiologi nya (HABDE) ini pertama kali dilaporkan oleh United Kingdom International Health Regulations (IHR) National Focal Point pada 5 April 2022, kepada WHO. Laporan ini merujuk pada kejadian 10 kasus hepatitis akut berat yang tidak diketahui etiologi pada anak kecil yang sebelumnya sehat (usia mulai dari 11 bulan hingga 5 tahun) di Skotlandia. Sampai saat ini, 348 kemungkinan kasus telah dilaporkan di 21 negara, dengan 26 anak-anak membutuhkan transplantasi hati.

Epidemiologi, profil laboratorium, dan informasi klinis yang tersedia terkait kasus ini tergolong masih sangat terbatas. Sampai saat ini, belum agen etiologi yang telah diidentifikasi. Pada beberapa kasus terdeteksi Adenovirus dalam sampel darah atau plasma, namun dalam jumlah viral load yang rendah.

Pada 3 Mei 2022, Autoritas Kesehatan Kerajaan Inggris telah mengidentifikasi 163 anak, berusia di bawah 16 tahun, dengan hepatitis akut dengan etiologi yang tidak diketahui. Dari kasus tersebut, 11 anak telah menerima transplantasi hati.

Kejadian di luar negara Europe Union dan Inggris Raya: per 10 Mei 2022, setidaknya ada 181 kasus hepatitis akut ditemukan pada pasien anak-anak, di seluruh dunia. Beberapa negara yang telah melaporkan  Kasus serupa adalah Argentina [8 kasus], Brasil [16 kasus], Kanada [7], Kosta Rika [2], Indonesia [15], Israel [12], Jepang [7], Panama [1], Palestina* [1 ], Serbia [1], Singapura [1], Korea Selatan [1] dan Amerika Serikat [setidaknya 109]. Jumlah total kasus yang dilaporkan di seluruh dunia adalah sekitar 450, termasuk 11 kematian yang dilaporkan dari Indonesia [5 kasus], Palestina [1], dan Amerika Serikat [5]. (3)

Key poin dalam pencegahan hepatitis yang etiologinya belum diketahui

  1. Kewaspadaan kontak dan droplet
  2. Pembersihan lingkungan
  3. Segera menanggapi dan melaporkan kelompok kasus
Baca Juga  Fitofarmaka Menjadi Unggulan Produk Dalam Negeri

CARA  PENCEGAHAN 

Penularan atau transmisi kejadian hepatitis akut berdasarkan dugaan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dapat terjadi melalui fekal-oral atau saluran cerna. Dugaan sumber transmisi berdasarkan kemiripan penularan kejadian diare akibat Rotavirus dan Adenovirus. Akan tetapi dugaan penyakit ini masih perlu penyelidikan lebih lanjut hingga didapatkan kepastian sumber dan cara penularan penyakit ini. 

Saat makan dan minum: Cuci tangan dengan sabun dan air bersih minimal 20 detik saat menyiapkan makanan dan minuman. Hepatitis menyebar melalui makanan, membuat sering mencuci tangan selama persiapan makan sangat penting bagi anak-anak dan pengasuh. Jangan berbagi peralatan atau makanan, dan hindari makanan dan air yang terkontaminasi.

Di penitipan anak: Periksa apakah pusat penitipan anak Anda mempraktikkan cuci tangan yang baik, terutama dengan penggantian popok dan persiapan makanan.

Sebelum bepergian ke negara lain: Tanyakan kepada dokter anak Anda tentang risiko hepatitis dan tindakan pencegahan apa yang harus diambil. Dalam beberapa kasus, dokter anak Anda mungkin merekomendasikan vaksin hepatitis A sebelum bepergian.

Di rumah: Simpan obat dalam keadaan terkunci dan jauh dari jangkauan anak-anak, dan selalu periksa label dan petunjuk dosis sebelum memberikan obat kepada bayi atau anak.

KOMUNIKASI RISIKO

Otoritas kesehatan masyarakat harus terlibat dengan masyarakat untuk:

  1. Meningkatkan kesadaran di antara orang tua dari anak kecil tentang perlunya waspada terhadap hepatitis yang kompatibelgejala (misalnya penyakit kuning, muntah, sakit perut dan tinja pucat, dll.), dan beri tahu mereka tentang tindakan yang direkomendasikan jika mereka melihat gejala seperti itu pada anak-anak mereka. Informasi seharusnyadiberikan tentang siapa yang harus dihubungi untuk mendapatkan nasihat medis, sesuai dengan peraturan nasional/lokal. Orang tua seharusnyadiingatkan tentang pentingnya langkah-langkah kebersihan seperti mencuci tangan, dan etika pernapasan yangmembantu mengurangi penyebaran banyak virus yang sedang diselidiki sebagai penyebab potensial.
  2. Komunikasikan bahwa masih banyak yang belum diketahui tentang peristiwa ini, termasuk agen penyebab. Itu penting bahwa masyarakat disadarkan bahwa peristiwa ini menyangkut kondisi yang sangat langka, bahwa penemuan kasus terus berlanjut, dan serangkaian penyelidikan lain sedang berlangsung dalam upaya untuk mengidentifikasi agen penyebab. Bahkan jika adenovirus memainkan peran, penyakit ini tampaknya tidak memiliki ciri-ciri penyakit menular. Sebagai pengetahuan lebih tersedia, mungkin perlu bagi pihak berwenang untuk menyesuaikan saran tentang pencegahan dan pengendalian.
  3. Memantau secara sistematis media sosial dan outlet lain untuk rumor tidak berdasar atau misinformasi yang beredarseputar kemungkinan penyebab wabah dan tanggapi sesuai dengan informasi terbaru berdasarkan apa yang saat ini dikenal.

Tim Penyusun:

Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan

(UAM, S, CM, ALS, MS, M)

Disclaimer:
Latar fakta ini disusun berdasarkan referensi yang dirujuk dari berbagai laporan nasional, internasional, bahan paparan pertemuan tingkat kementerian kesehatan, berita, maupun sumber-sumber lain yang relevan. Latar fakta ini akan diperbaharui mengikuti perkembangan kasus dan mengikuti kebijakan Kementerian Kesehatan