Don Cansalony Tambunan (Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Ketahanan Kesehatan, BKPK Kemenkes RI)

Momentum percepatan pembangunan kesehatan nasional mendapatkan penegasan baru melalui arahan Presiden Prabowo Subianto pada peluncuran Program Digitalisasi Pembelajaran di Bekasi, 17 November 2025, yang menekankan bahwa rakyat membutuhkan hasil cepat dan birokrasi tidak boleh terjebak dalam retorika kosong atau “omon-omon”.
Bagi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK), arahan ini bukan sekadar tantangan, melainkan validasi atas misi utama organisasi di mana “hasil cepat” bermakna harfiah antara lain pada penyelamatan nyawa, penurunan angka stunting, hingga penguraian antrean fasilitas pelayanan kesehatan. Namun, mandat ini memunculkan pertanyaan fundamental bagi para ASN analisis kebijakan (analis kebijakan dan administrator kesehatan), bagaimana menyeimbangkan kecepatan dengan ketepatan atau robustness tanpa mengesampingkan pendekatan yang berpusat pada manusia (people-centred) demi efisiensi.
Tesis utama yang diusung adalah analisis kebijakan profesional bukanlah bentuk “omon-omon”, melainkan antitesisnya. Sebuah alat vital untuk mengubah wacana menjadi opsi aksi terukur, mentransformasi proses analisis menjadi lebih gesit, relevan, dan berorientasi hasil nyata.
Sebagai argumen pertama, BKPK memosisikan diri sebagai “Pemandu Kebijakan” atau Policy Guide yang menolak pengambilan keputusan tanpa navigasi data. Jika “omon-omon” diibaratkan sebagai perdebatan di persimpangan jalan tanpa peta, maka peran pemandu adalah menyajikan GPS real-time berbasis bukti untuk menunjukkan rute teraman dan tercepat.
Untuk mewujudkan ketangkasan ini, BKPK mendayagunakan tiga alat sintesis bukti, yaitu Rapid Evidence Assessment (REA) yang mampu menyajikan bukti ilmiah dalam hitungan minggu sebagai alternatif survei cepat yang kredibel, serta Umbrella Review atau tinjauan payung yang memangkas waktu riset dengan meninjau berbagai tinjauan yang sudah ada untuk topik yang padat riset.
Sinergi kedua alat sains tersebut dilengkapi dengan Matriks Benchmarking, sebuah metode praktis untuk membandingkan kinerja pembangunan kesehatan dengan praktik terbaik global, sehingga Indonesia tidak perlu “menciptakan ulang roda” namun dapat langsung mengadaptasi solusi yang terbukti berhasil menurunkan indikator krusial seperti angka kematian ibu di negara lain.
Selanjutnya, penerapan prinsip people-centred dalam kerangka kerja yang gesit diterjemahkan melalui pemanfaatan data sebagai bentuk partisipasi publik yang paling jujur dan masif. Proses mendengarkan suara rakyat tidak lagi terbatas pada diskusi konvensional yang memakan waktu, melainkan melalui analisis data penanganan keluhan dan pemetaan disparitas upaya kesehatan sebagai wujud partisipasi yang responsif. Meskipun tidak sepenuhnya menggantikan Focus Group Discussion (FGD), BKPK mengadopsi pendekatan Partisipasi Gesit atau Agile Participation dengan pemangku kepentingan diundang bukan sekadar untuk memberikan masukan umum, melainkan untuk memvalidasi hipotesis yang telah diolah dari data, menghasilkan pertemuan yang lebih singkat namun dengan ketajaman hasil yang jauh lebih tinggi.
Lebih jauh, untuk menjawab kebutuhan akan aksi nyata dan menghentikan perdebatan asumsi, BKPK berperan dalam ekosistem Regulatory Sandbox atau “Kotak Pasir Regulasi”. Meskipun Sandbox Kesehatan (https://sandbox.kemkes.go.id) telah tersedia sebagai mesin uji coba inovasi mulai dari validasi konsep hingga integrasi sistem, kecepatan inovasi teknologi ini mutlak memerlukan mekanisme kontrol yang presisi.
Di sinilah BKPK hadir mengisi peran vital sebagai “Pengawal Kebijakan” atau Policy Guardian, yang bertugas memastikan bahwa setiap inovasi tidak hanya cepat tetapi juga selamat. Peran ini menuntut BKPK untuk bertindak sebagai auditor bukti real-time yang mengawal implementasi, menjamin kepatuhan mutlak terhadap pagar pelindung regulasi (guardrails) khususnya terkait perlindungan pasien dan keamanan data, sehingga setiap lampu hijau yang diberikan adalah keputusan berbasis bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan identitas ini, BKPK dapat menyatakan kepada pimpinan negara:
“Kami bukan sekadar pembuat makalah kebijakan (hasil analisis), makalah pembekalan kebijakan (policy brief) dan dokumen rekomendasi kebijakan lainnya. Kami adalah unit teknokratik yang gesit menyediakan peta jalan berbasis bukti saat Indonesia ingin berlari cepat, dan lincah mencarikan solusi terobosan saat regulasi menemui jalan buntu. Dokumen perbandingan global yang kami hasilkan dan metode sintesis cepat yang kami gunakan adalah jaminan bahwa ‘hasil cepat’ yang Bapak minta akan tepat sasaran dan aman bagi rakyat.”
Kesimpulan, mandat Presiden menjadi momentum strategis bagi BKPK untuk mengukuhkan posisinya sebagai unit birokrasi teknokratik yang gesit dan lincah, sebagai “Lokomotif Kebijakan” atau Policy Locomotive yang proaktif menarik gerbong inovasi dari ranah wacana ke ranah aksi nyata. Dengan menyatukan fungsi sebagai pemandu yang memberikan arah berbasis bukti dan pengawal yang menjamin keamanan implementasi, BKPK siap menjadi akselerator cerdas dalam transformasi kesehatan Indonesia. Pendekatan gesit ini menjamin bahwa setiap “hasil cepat” yang diciptakan bukan sekadar pencapaian statistik, melainkan hasil yang tepat, berdampak luas, dan benar-benar berpusat pada peningkatan kesejahteraan rakyat.









