Oleh : Ratih Dian Saraswati, M.Biomed
Sejak hadirnya virus Covid-19 pada awal tahun 2020 yang hingga pertengahan tahun 2021 ini belum usai bahkan bertambah buruk dengan munculnya varian baru covid 19, Banyak orang kemudian berharap pada vaksin. Vaksin lah yang mampu meredakan badai Covid yang melanda dunia. Seiring dengan teknologi yang telah teramat maju, proses pembuatan vaksin kini menjadi lebih singkat. Di awal Januari 2021, CDC dan WHO telah menyetujui penggunaan berbagai merk vaksin Covid.
Meski banyak orang berharap agar vaksinasi segera dilakukan, tidak sedikit orang yang meragukan keamanan vaksin yang akan digunakan. Ada beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait keamanan vaksin.
Sama seperti halnya berbagai jenis vaksin yang telah umum digunakan, vaksin covid 19 harus melalui serangkaian penelitian yang ketat melalui berbagai uji prekilinis hingga uji klinis yang dilakukan diberbagai wilayah di dunia untuk menjamin keamanan vaksin saat digunakan.
Proses penelitian dan pembuatan vaksin covid 19 diawali dengan riset menggunakan sel serta uji menggunakan hewan coba di laboratorium, biasa dikenal sebagai uji preklinis. Jika hasil pengujian berjalan baik, langkah selanjutnya penelitian penggunaan vaksin pada manusia yang biasa dikenal sebagai uji klinis.
Semua vaksin Covid yang saat ini resmi digunakan diseluruh dunia merupakan vaksin yang lolos berbagai persyaratan uji tadi. Semua vaksin dinyatakan efektif dalam mencegah keparahan penyakit yang disebabkan virus Sars cov 2 selain itu berdasarkan hasil uji klinis dilaporkan sangat sedikit penerima vaksin yang mengalami efek samping akibat vaksinasi.
Apakah yang menyebabkan vaksin harus melewati serangkaian uji tersebut? Bahan apakah yang terdapat didalam vaksin hingga vaksin mampu memberikan perlindungan terhadap serangan virus sekaligus menyebabkan beberapa efek samping?
Bahan bahan yang terdapat didalam vaksin berbeda beda tergantung tipe vaksin namun secara umum, didalam vaksin terdapat
- Komponen protein virus; potongan kode genetic virus (DNA atau mRNA) atau sejumlah kecil virus yang dimatikan atau dilemahkan
- Bahan yang digunakan untuk meningkatkan respon imun (adjuvant)
- Bahan yang digunakan untuk mencegah vaksin terkontaminasi bakteri (pengawet)
- Larutan isotonis (saline) steril untuk injeksi.
Secara umum vaksin aman digunakan untuk masyarakat, meskipun demikian ada beberapa golongan orang yang sebaiknya tidak di beri vaksin terkait kondisi kesehatannya saat ini. Misalnya orang yang alergi terhadap komponen yang terdapat didalam vaksin, orang yang sedang mengalami sakit parah, orang dengan system imun yang lemah seperti pada penderita HIV serta orang yang memiliki Riwayat penyakit pembekuan darah. Orang orang dengan kondisi tersebut sebaiknya konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Orang yang telah di vaksinasi, biasanya mengalami efek ringan vaksin seperti sakit di area yang disuntik atau demam dan sedikit merasa lemas. Hal tersebut merupakan reaksi normal, dan merupakan pertanda bahwa tubuh sedang memberikan respon dan membentuk antibodi sesuai dengan yang diharapkan. Namun ada juga orang yang tidak merasakan apapun setelah vaksinasi. Apakah pada orang yang tidak merasakan efek apapun, vaksin tetap dianggap bekerja membentuk antibody? Hasil penelitian yang dilakukan oleh CDC, dan dimuat pada MMWR Weekly Report memperlihatkan tidak ada pengaruhnya antara orang yang merasakan efek ringan vaksin dengan orang yang tidak merasakan apapun. Antibodi tetap terbentuk sesuai dengan fungsi vaksin yang disuntikkan.
Lalu, mengapa, pada sebagian orang vaksin memberi pengaruh ringan hingga berat, dan pada sebagian lagi tidak merasakan efek pasca vaksin.
Vaksin berfungsi untuk melatih tubuh agar mengenali pathogen penyebab penyakit, baik itu virus atau bakteri. Agar dapat bekerja sesuai fungsinya, maka, vaksin dibuat sedemikian rupa agar menyerupai dengan pathogen aslinya (mimic) namun sekaligus aman untuk tubuh. Oleh karena itu, hanya bagian dari pathogen yang digunakan untuk membuat vaksin, misalnya protein nya saja, atau DNA nya saja atau virus utuh keseluruhan namun virus tersebut telah dimatikan. Bagian dari pathogen ini disebut sebagai antigen.
Ketika pertamakali vaksin disuntikkan ke tubuh melalui lengan misalnya, antigen tersebut kemudian dibawa masuk kedalam sel tubuh, lalu di dalam sel tersebut, informasi yang diperoleh diubah menjadi protein virus, lalu kemudian dimunculkan ke permukaan sel. Kemudian sel sel imun secara simultan terlibat hingga akhirnya tubuh membentuk pertahanan terhadap virus. Respon simultan dari sel sel imun ini berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari, dan terkadang menyebabkan gejala demam, atau pembengkakan di area yang disuntik. Proses ini sebenarnya merupakan proses alami yang dirancang oleh tubuh untuk membantu sistem imun bekerja. Sistem imun melakukan komunikasi melalui pembuluh darah, agar pembentukan sistem imun berlangsung lebih cepat, diperlukan pembuluh darah yang lebih lebar itulah mengapa di area suntikan terasa bengkak dan sakit (sinyal inflamasi). Jika sinyal inflamasi yang terbentuk cukup kuat, biasanya disertai demam. Hal ini memicu sistem kekebalan tubuh untuk berespon lebih kuat, menyatakan bahwa demam yang terbentuk perlu diatasi secara sistemik. Gejala gejala ini kemudian akan reda dalam beberapa hari. Hal ini disebabkan respon tubuh setelah vaksinasi hanya sekedar melawan antigen sejumlah yang dimasukkan kedalam tubuh.
Inilah yang membedakan antara vaksinasi dengan infeksi yang diperoleh secara alami. Infeksi alami menyebabkan jumlah virus (antigen) yang masuk kedalam tubuh tidak terukur jumlahnya dan akan terus tumbuh secara eksponensial. Pertumbuhan patogen ini jika tidak sebanding dengan kekuatan sistem imun yang terbentuk, menyebabkan manusia menjadi demam, dan kemudian sakit sebagai efek dari serangan virus.
Efek setelah vaksinasi berbeda pada setiap orang, meski belum begitu jelas alasan yang menjadi penyebabnya, secara umum biasanya wanita, anak-anak serta orang yang pernah terinfeksi merasakan efek lebih kuat pasca vaksinasi. Sementara orang orang dengan sistem imun lemah seperti penderita diabetes dan obesitas, biasanya memiliki respon imun yang lemah meski hal tersebut bukan sebuah kepastian. Belum ada riset yang mengidentifikasi hubungan antara reaksi inflamasi awal dan respons jangka panjang terhadap efek perlindungan dari vaksinasi. Sehingga, seberapa baik kualitas vaksin bekerja didalam tubuh anda tidak dapat diukur dari respon yang anda rasakan. Respon tubuh setelah vaksinasi hanya merupakan respons imun adaptif yang membantu tubuh Anda mendapatkan kekebalan dari vaksin.