Jakarta– Sekretaris Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (BKPK Kemenkes RI) Nana Mulyana membuka pertemuan membahas eksistensi Lembaga Penerbit BKPK (LPB) di Jakarta, Selasa (11/4).
Dalam sambutannya, Nana menyampaikan LPB berperan sekali bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan khususnya dalam memfasilitasi pencapaian indikator kinerja berupa hasil penelitian dan publikasi dalam bentuk jurnal dan sebagainya.
Walau sekarang sudah bertransformasi menjadi BKPK, Nana tetap menginginkan LPB eksis. “Harapan saya adalah LPB ini bisa tetap eksis, dengan penyiapan tim, mitra bestari, pelaksana serta tim analis kebijakan yang tugas utamanya adalah memformulasikan kebijakan-kebijakan yang dikemas menjadi produk-produk kebijakan dalam bentuk buku, policy brief atau apapun”, ungkapnya.
Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki lembaga penerbitan. Lembaga Penerbit ini dirintis sejak tahun 2013 hingga sekarang. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi para penulis khususnya di lingkungan BKPK dalam menerbitkan hasil karyanya.
Namun dengan adanya kebijakan implementasi single account ISBN untuk penerbitan di lingkungan kementerian, lembaga, pendidikan tinggi yang tercantum dalam surat Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Nomor 8320/2/DBP.05/VIII.2022, maka diadakan pertemuan untuk membahas mengenai eksistensi Lembaga Penerbit Badan KPK (LPB).
Single Account merupakan satu pintu pengurusan International Standard Book Number (ISBN) pada sebuah lembaga dengan tujuan mengefektifkan penggunaan rentang nomor ISBN secara terpusat dan mengkoordinir terbitan dalam lingkup lembaga tersebut.
Pertemuan ini dihadiri narasumber dari Perpustakaan Nasional Ratna Gunarti, Ketua Tim Kerja Layanan Informasi Kementerian Kesehatan, Ketua LPB, Dewan Redaksi, Anggota Redaksi, Analis Kebijakan Ahli Utama, Ketua Tim Kerja Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat BKPK, Jabatan Fungsional Perpustakaan, Pranata Humas, serta Ketua Tim Kerja Pusat Kebijakan di lingkungan BKPK.
Dalam kesempatan tersebut, Ratna menyatakan sebuah lembaga penerbit harus memiliki tim penyunting, tidak boleh ada double job. Artinya, tidak boleh penulis sekaligus menjadi penyunting.
Untuk implementasi single account, bisa saja menjadi satu pintu di kementerian namun dengan tetap menggunakan nama penerbit masing-masing. Selain itu harus dilihat kesiapan sarana, prasarana, fasilitas dan sumber daya pendukung penerbitan yang berkualitas terbaik.
Ketua Tim Kerja Komunikasi dan Layanan Informasi Sekretariat BKPK Ully Adhie Mulyani mengatakan jika memang para analis kebijakan dan semuanya siap dengan pencapaian target LPB sebanyak 20 terbitan dalam satu tahun, eksistensi LPB bisa dipertahankan. “Jika kita tidak siap, maka single account adalah piihan yang tepat agar tetap ada lembaga penerbit dalam satu kementerian,” ujarnya lebih lanjut. (Penulis Yuliana/Editor Fachrudin Ali)