Jakarta – “Kebijakan enam pilar transformasi kesehatan merupakan suatu upaya dalam menyukseskan tujuan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan kita ketahui adalah suatu investasi dalam proses pembangunan nasional yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan perekonomian bangsa” ungkap Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) Syarifah Liza Munira saat membuka acara Dialog Kebijakan Implementasi Transformasi Kesehatan di Pusat dan Daerah di Gedung Pelayanan Publik BKPK Jakarta, Selasa (13/12).
Enam pilar ini merupakan transformasi besar dibidang kesehatan. Transformasi layanan primer berfokus pada upaya promotif dan preventif dengan cara revitalisasi dan mengoptimalkan posyandu, puskesmas, dan laboratorium kesehatan. “Tiga program utama penguatan upaya preventif di layanan primer antara lain imunisasi rutin dari 11 menjadi 14 vaksin, perluasan deteksi dini, dan peningkatan kesehatan ibu dan anak seperti pemeriksaan kehamilan dari empat kali menjadi enam kali” jelas Liza.
Pilar kedua adalah transformasi layanan rujukan. Menurut Liza, ini berfokus pada pemerataan layanan rujukan melalui optimalisasi jejaring rumah sakit nasional untuk empat penyakit penyebab utama kematian tertinggi yaitu penyakit jantung, stroke, kanker dan ginjal. Pemerataan layanan rujukan ini ditargetkan selesai 100% kabupaten/kota pada tahun 2027.
Lebih lanjut Kepala BKPK menyampaikan dalam kondisi darurat seperti pandemi covid-19, strategi kemandirian farmasi dan alat Kesehatan dalam respon darurat menjadi penting. Untuk itulah diperlukan transformasi sistem ketahanan kesehatan berupa kemandirian farmasi dan alat kesehatan yang dapat bersaing, membuat produk yang kompeten dan menjadi opsi untuk obat dan alat kesehatan pilihan masyarakat. Selain itu ada tenaga cadangan yang telah mendapatkan pembinaan berkala, yang siap diperbantukan saat krisis.
Transformasi sistem pembiayaan kesehatan yang lebih efektif dan optimal untuk memastikan pembiayaan yang cukup, adil, efektif dan efisien. Liza berpendapat, Health spending tinggi tidak berbanding lurus dengan umur harapan hidup, artinya pembiayaan itu harus efisien. “Kita harus optimalkan pembiayaan kesehatan melalui BPJS. Transformasi pembiayaan kesehatan yang kita lakukan untuk mendukung hal tersebut adalah National Health Account (NHA) yang dilakukan tiap tahun, Health Technology Assessment (HTA) yang membantu mengevaluasi ekonomi di program Kesehatan, Annual Review Tariff, dan konsolidasi pembiayaan Kesehatan” pungkasnya.
Tenaga Kesehatan yang cukup dan merata merupakan enabler penting. Di Indonesia hanya 0,42 dokter per 1000 populasi, sedangkan standar WHO adalah 1 dokter/1000 populasi. Transformasi SDM Kesehatan salah satunya dilakukan dengan upaya peningkatan kuota mahasiswa per dosen dari 1:3 menjadi 1:5 dan peningkatan jumlah dosen dua kali lipat untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan dokter spesialis hingga 3-4x lipat. Diharapkan dalam waktu 8 tahun kita dapat memenuhi kebutuhan spesialis. Selain itu ada skema academic health system untuk mengoptimalkan pemenuhan percepatan tenaag kesehatan yang bekerjasama dengan Kemendikbud.
Pilar terakhir adalah Transformasi Teknologi Kesehatan, yaitu mengintegrasikan teknologi kesehatan dengan regulasi inovasi bioteknologi. “Kemenkes mengembangkan Biomedical Genome Sequencing initiative (BGSi) untuk mengoptimalkan genome sequencing agar Indonesia mempunyai data, kemampuan dan solusi untuk masyarakat mendapatkan layanan kesehatan terbaik dan pengobatan presisi yang sesuai bagi masing-masing individu” tutup Liza.
Dalam laporannya, Sekretaris BKPK Nana Mulyana juga menyampaikan kegiatan dialog ini juga salah satu upaya BKPK dalam mengawal berbagai kebijakan pembangunan Kesehatan, baik yang dilakukan oleh Kemenkes atau yang bersinergi dengan lintas sektor seperti Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah dan akademisi.
Dialog Kebijakan ini mengundang pembahas dari berbagai lintas sektor di pusat dan daerah yakni Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto, Bupati Kabupaten Garut Rudi Gunawan, Guru Besar Fakultas Kehatan Masyarakat Prof Ascobat Gani, serta dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Rozi Beni.
Di akhir paparannya Liza berharap agar forum dialog ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan pemikiran, pandangan dan masukan agar terjadi penguatan proses pembuatan kebijakan-kebijakan kesehatan di Indonesia yang tepat guna. (Penulis Nisa Fitriyani/Editor Fachrudin Ali)