Kemenkes Dorong Pemerataan Tenaga Kesehatan, Pengendalian Penyakit, dan Kemandirian Perbekalan Kesehatan pada RPJMN 2025-2029

5

Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menekankan pentingnya pemerataan tenaga kesehatan, pengendalian penyakit dan penguatan ketahanan perbekalan kesehatan sebagai bagian pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Hal itu disampaikan dalam kegiatan Webinar Komunitas Belajar Analis Kebijakan Kesehatan (BIJAKes) oleh Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK). Webinar Seri ketiga ini merupakan lanjutan tema isu – isu kebijakan di Unit Utama Kementerian Kesehatan yang diselenggarakan pada Senin (20/5) secara daring.

Sekretaris BKPK Etik Retno Wiyati menyampaikan pelaksanaan program pembangunan kesehatan ke depan akan mengacu pada RPJMN dan Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) yang mencakup 42 indikator sasaran strategis. Capaian indikator tersebut membutuhkan dukungan kebijakan dan regulasi yang tepat. Kita harus memahami seluruh kebijakan secara holistik di Kementerian Kesehatan, Kita tahu kebijakan yang ada di unit lain atau eselon satu lain, sehingga itu akan menjadi pemahaman ketika akan melakukan kajian atau memberikan usulan regulasi,” ujarnya.

Baca Juga  Cegah Stunting, Kemenkes Fokuskan Pada 11 Program Intervensi

Salah satu tantangan utama dalam bidang SDM kesehatan adalah ketimpangan distribusi. Wahyu Darmawan, Perencana Ahli Madya pada Sekretariat Ditjen SDM Kesehatan, mengungkapkan bahwa saat ini tingkat ketersediaan dokter spesialis di rumah sakit daerah masih rendah. Wahyu mengungkap bahwa terdapat 345 Puskesmas tanpa dokter dan sekitar 40% belum memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan sesuai standar. “Rasio dokter umum saat ini masih di angka 0,76 per 1.000 penduduk, dan dokter spesialis hanya 0,18. Ini sangat jauh dari standar WHO,” katanya.

Wahyu menambahkan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan melalui pelatihan berbasis kompetensi menjadi salah satu fokus utama. Hal ini penting untuk memastikan bahwa tenaga kesehatan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Untuk mengatasi hal tersebut, Kemenkes mendorong peningkatan produksi tenaga kesehatan melalui transformasi pendidikan, penugasan khusus di daerah terpencil, serta pelatihan daring berbasis platform Plataran Sehat.

Di sisi lain, upaya pengendalian penyakit juga menjadi sorotan. Indrajaya, Ketua Tim Kerja Informasi dan Kerja Sama Ditjen P2P, menekankan pentingnya sistem surveilans yang andal dan terintegrasi. Untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 dengan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan mencapai kesetaraan dengan negara lain dalam penanggulangan penyakit. Kementerian Kesehatan menetapkan indikator penting untuk penyakit Tuberkulosis (TB) yang harus dicapai pada tahun 2045. Namun, posisi Indonesia saat ini masih jauh dari target yang diinginkan. 

Baca Juga  Apresiasi terhadap Sosok Inspiratif Kesehatan Indonesia

Ia menyebut pandemi COVID-19 telah menjadi pelajaran penting untuk memperkuat ketahanan sistem kesehatan nasional. Kami membangun sistem surveilans dari pintu masuk negara hingga ke laboratorium. Respons cepat terhadap wabah adalah kunci mencegah krisis berikutnya,” ujarnya.

Adapun dalam bidang farmasi dan alat kesehatan, Heri Radison, Sekretaris Ditjen Farmalkes, memaparkan Kebijakan farmasi dan alat kesehatan sangat penting dalam pelaksanaan RPJMN 2025-2029. Menurut Heri, saat ini, 90 persen bahan baku obat dan 88 persen alat kesehatan di Indonesia masih bergantung pada impor. Pemerintah menargetkan penurunan ketergantungan tersebut melalui penguatan ekosistem produksi dalam negeri dan insentif bagi industri nasional. “Kemandirian farmasi dan alat kesehatan menjadi prioritas nasional. Kami mendorong substitusi impor, peningkatan TKDN, serta efisiensi distribusi logistik,” katanya.

Baca Juga  Peresmian Joint Operation Kemenkes-IHME: Optimalkan Data Lokal untuk Perencanaan Kesehatan

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk membina dan mengawasi sektor kesehatan, terutama dalam produksi dan penyediaan farmasi yang memenuhi standar perizinan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk memperkuat ketahanan kesehatan nasional melalui penggunaan produk dalam negeri. Undang-Undang Nomor 17 mengatur tentang keamanan alat kesehatan dan mendukung kemandirian dalam penyediaan farmasi di Indonesia. Ini penting untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan nasional. 

Dengan upaya kolaboratif lintas sektor dan penguatan kebijakan berbasis data, Kemenkes berharap mampu mewujudkan sistem kesehatan yang merata, tangguh, dan mandiri, menuju peningkatan kualitas layanan dan ketahanan kesehatan nasional (Penulis: Faza Nur Wulandari, Editor: Timker HDI)