Fitofarmaka Menjadi Unggulan Produk Dalam Negeri

31607
Peluncuran Formularium Fitofarmaka oleh Wakil Menteri Kesehatan. Foto: Ni Kadek Ayu Krisma Agneswari, Pustakawan Sekretariat BKPK Kementerian Kesehatan.

Pada 31 Mei 2022, Wakil Menteri Kesehatan, Dante S. Harbuwono, telah meluncurkan Formularium Fitofarmaka dalam rangkaian acara Business Matching Tahap III: Peran Rantai Pasok Dalam Negeri untuk Mendukung Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) di Jakarta Convention Center (JCC).

Formularium Fitomarka merupakan pedoman acuan untuk pengembangan produk obat asli Indonesia di sarana pelayanan kesehatan, yang telah dilegalkan dalam Kepmenkes No. HK.01.07/MENKES/1163/2022 pada tanggal 19 Mei 2022.

Fitofarmaka berasal dari bahasa Yunani, phyto yang berarti tanaman dan pharmakon yang berarti obat. Fitofarmaka merupakan salah satu bentuk obat tradisional Indonesia.

Pengembangan obat tradisional di Indonesia digolongkan menjadi tiga. Pertama adalah jamu, yang keamanan dan khasiatnya dibuktikan secara uji klinis. Lebih dari 12.000 jenis jamu ada di Indonesia. Kedua, Obat Herbal Terstandar (OHT) yang telah melalui uji pra klinik (pada hewan percobaan) dan bahan bakunya yang telah terstandarisasi. Saat ini, terdapat sekitar 86 OHT di Indonesia.

Baca Juga  Air, Sanitasi, dan Higiene yang Layak di Puskesmas Hindarkan Berbagai Penyakit

Ketiga, adalah obat yang masuk dalam pengobatan esensial yang lebih lengkap yaitu fitofarmaka. Fitofarmaka adalah bagian OHT yang sudah melalui uji pra klinik (pada hewan percobaan) dan uji klinik (pada manusia) dimana bahan baku dan produk jadinya sudah distandarisasi.

Saat ini, terdapat 24 jenis obat fitofarmaka di Indonesia yang sudah diproduksi, antara lain: obat imunomodulator, obat tukak lambung, obat anti diabetes untuk menurunkan gula darah, obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah, obat untuk melancarkan sirkulasi darah supaya tidak terjadi sumbatan di pembuluh darah, dan obat untuk meningkatkan albumin bagi pasien yang membutuhkan protein seperti pasien haemodialisa/cuci darah. Adapun standar pra syarat mutu uji klinik bahan baku herbal yang akan digunakan dalam produksi obat tradisional ditetapkan dalam Farmakope Herbal Indonesia. Dalam masa paska pengolahan panen tanaman obat, akan dilakukan pengujian obat tradisional yang bisa menjadi OHT atau fitofarmaka di laboratorium pengujian mutu, pembuatan simplicia dan saintifikasi jamu yang ada di seluruh Indonesia.

Baca Juga  Indonesia Bangkit Lawan Pandemi dengan Vaksin Covid-19 Merah Putih
Tanggapan Layar Formularium Fitofarmaka. Sumber: https://t.ly/FormulariumFitofarmaka2022.

Indonesia dengan hutan tropis dengan luas sekitar 143 juta hektar mempunyai keanekaragaman budaya spesies baik tumbuhan/tanaman maupun hewan, dan 80% atau sekitar 2.800 spesies tanaman obat di dunia berasal dari hutan tropis di Indonesia.

“Obat tradisional sering dimanfaatkan secara luas di masa pandemi yang baru dilewati masa puncaknya. Sekitar 79% masyarakat mengkonsumsi obat tradisional untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada masa pandemi Covid-19. Ini akan memberikan kontribusi pengobatan terhadap 270 juta penduduk Indonesia yang cakupannya 82,3 persen adalah peserta JKN dan ini merupakan pasar potensial bagi produk yang akan terbentuk berasal dari fitofarmaka tersebut,” jelas Wamenkes Dante.

Mengutip laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, peningkatan pemanfaatan fitofarmaka sebagai salah satu unggulan produk dalam negeri merupakan rancangan menuju kemandirian pengobatan untuk masyarakat Indonesia, karena fitofarmaka dibuat dengan menggunakan bahan baku asli Indonesia, diproduksi di Indonesia, dan memenuhi standar yang ditetapkan di Indonesia.

Baca Juga  Kasus Ebola di Kongo: Jauh Dari Indonesia Tapi Terasa Dekat, Bagaimana Antisipasinya?

Kementerian Kesehatan telah berkomitmen untuk melakukan transformasi sistem kesehatan, salah satunya adalah transformasi sistem ketahanan kesehatan yang ada di dalamnya sektor farmasi dan alkes. Di awal pandemi, 90% bahan baku obat dan 85% alkes masih harus diimpor. Saat itu, industri kesehatan Indonesia belum bisa memproduksi masker dan hand sanitizer dalam jumlah banyak dan belum punya bisa memproduksi Alat Pelindung Diri (APD). Pandemi telah mengajarkan untuk melakukan penguatan di bidang kesehatan. “Kementerian Kesehatan sedang melakukan transformasi sistem ketahanan kesehatan dalam rangka meningkatkan resiliensi sektor kefarmasian. Formularium Fitofarmaka merupakan acuan bagi sarana pelayanan kesehatan dalam pemilihan, pengadaan dan penggunaan fitofarmaka. Formularium fitofarmaka diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan fitofarmaka yang pada akhirnya akan meningkatkan kegiatan riset dan produksi fitofarmaka di Indonesia,” tutup Wamenkes Dante. (Hardini Kusumadewi)