Health Technology Assessment (HTA) merupakan salah satu program prioritas kesehatan yang termasuk dalam pilar keempat Transformasi Kesehatan yaitu Sistem Pembiayaan Kesehatan. HTA adalah pendekatan saintifik yang digunakan untuk membantu Kementerian Kesehatan dalam pengambilan keputusan mengenai adopsi teknologi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional.
HTA telah dilaksanakan sejak 2014 sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Tahun ini melalui Keputusan Menteri Kesehatan telah ditetapkan Komite HTA periode 2024 – 2027 dimana anggota komite merupakan para pakar dan akademisi dari berbagai universitas di Indonesia serta melibatkan unsur pemerintah dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Struktur Komite HTA disusun menjadi dua Sub Komite yaitu Penilaian Obat dan Penilaian Teknologi Medis.
Perubahan Stuktur Komite HTA 2024 – 2027 merupakan salah satu upaya strategis yang dilakukan Kementerian Kesehatan untuk mendukung perubahan pada proses bisnis HTA. Hal ini demi mendorong efisiensi proses dan mempercepat pengambilan keputusan berbasis bukti dalam penilaian teknologi kesehatan.
Perlunya komitmen semua pihak untuk mendukung implementasi proses bisnis HTA yang baru disampaikan oleh Prof. Auliya A. Suwantika, Guru Besar Universitas Padjadjaran, selaku Ketua Komite HTA terpilih. Prof Auliya berharap agar anggota Komite HTA dapat memahami proses bisnis yang baru sehingga dapat menghasilkan rekomendasi yang tepat.
“Terkait dengan proses bisnis HTA, harapannya anggota Komite HTA dapat memahami proses bisnis baru ini yang akan dilaunching 2 hari kedepan. Proses bisnis HTA ini diharapkan lebih efisien dan memberikan banyak evidence yang bagus,” ujar Auliya.
Ini juga sesuai dengan arahan Menteri Kesehatan untuk mendorong peningkatan produksi rekomendasi HTA melalui perbaikan proses bisnis yang lebih efisien. Untuk itu sejumlah inovasi pun dimunculkan pada proses bisnis baru HTA dengan konsep Satu Pintu Satu Standar. Inovasi tersebut diantaranya adalah Satu Pintu: Satu Platform dalam Pengajuan Usulan Penilaian Teknologi Kesehatan, Stakeholder-Led Submission (SLS), Pengembangan Metode Asesmen, Negosiasi harga yang paralel dengan asesmen, serta Monitoring dan Evaluasi pasca implementasi rekomendasi HTA.
Diungkapkan Prof. Auliya bahwa beberapa tugas sebagai anggota Komite HTA akan cukup menantang karena seluruh topik yang telah ditetapkan sebagai prioritas HTA harus dikawal hingga menghasilkan rekomendasi kebijakan, yang relevan dengan tingginya kebutuhan akan teknologi kesehatan yang cost effective. Hal ini diupayakan agar pembiayaan kesehatan bagi program Jaminan Kesehatan Nasional maupun program pemerintah lainya dapat berkelanjutan. Karena itu strategi untuk bisa berkoordinasi dan berkomunikasi diperlukan dalam setiap pertemuan rutin. Menurutnya feedback dari semua anggota akan sangat berarti dan diharapkan.
Hal senada diungkapkan Lusiana Siti Masytoh Ketua Tim Kerja HTA Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK). Lusiana mengharapkan partisipasi aktif dari para anggota komite dalam pemahaman atas proses bisnis yang baru dan juga pada penyusunan rencana kerja.
“Kita ingin meningkatkan jumlah kebijakan yang disusun berdasarkan informasi yang valid dan berkualitas. Karena itu kita ingin menggalang komitmen Bapak/Ibu untuk mendukung pelaksanaan HTA yang tugasnya krusial, menghasilkan rekomendasi berbasis bukti sebagai informasi dalam pengambilan kebijakan,” ujar Lusi.Proses bisnis HTA baru ini rencananya akan di-launching oleh Menteri Kesehatan bersama Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) dan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan pada Jumat (18/10). Sebagai persiapan launching diadakanlah pertemuan koordinasi Komite HTA pada Rabu (16/10) di Jakarta. Pertemuan ini sebagai tindak lanjut dari pertemuan Kick off Komite HTA sebelumnya dan dalam rangka penyusunan rencana kerja yang lebih efektif untuk penyusunan rekomendasi dan pengembangan HTA di Indonesia.