
Jakarta– Minggu, 3 Juli 2022 di Jakarta dilaksanakan acara Workshop Instrumen Pendampingan Implementasi Integrasi Pelayanan Primer di 9 Lokus Terpilih. Kegiatan ini merupakan langkah awal dalam penyusunan analisis dan formulasi kebijakan untuk perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan primer sesuai konsep transformasi sistem kesehatan.
Konsep integrasi pelayanan primer dikembangkan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dengan koordinasi Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (BKPK Kemenkes RI) melalui Pusat Kebijakan Upaya Kesehatan (Pusjak UK) sebagai pendamping dalam Uji Program (Pilot Project) Transformasi Layanan Kesehatan Primer Tahun 2022.
Acara di buka secara resmi oleh Kepala Pusat Pusjak UK Pretty Multihartina. Dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini bisa merupakan tonggak sejarah terkait transformasi bidang kesehatan di Indonesia. Kegiatan ini untuk menyelesaikan atau memfinalkan instrumen monitoring evaluasi yang menggunakan metode Participatory Action Research (PAR) dalam implementasi Pilot Project integrasi pelayanan primer. “Kegiatan ini juga untuk menyamakan persepsi pendamping tentang instrumen yang digunakan dalam pendampingan”, ujar Pretty.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Pusjak UK menyatakan apresiasi dan menerima tugas yang diberikan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Tata Kelola Masyarakat untuk menyampaikan pembaharuan program transformasi layanan primer dan rencana pilot project. Tugas yang diberikan kepada BKPK akan menjadi satu rangkaian tahapan proyek untuk monitoring dan evaluasi. Hasilnya nanti memberikan satu masukan program ini bisa dituangkan atau di implementasikan di 34 provinsi, dan kemungkinan 37 provinsi. “Satu hal lagi yang menjadi tantangan buat kita semua,” tegas Pretty.
Acara dilakukan secara hybrid selama 4 hari dimulai dari tanggal 3 sampai dengan 6 Juli 2022. Acara dihadiri secara luring maupun daring oleh para pakar/profesional, dari unit eselon II Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan (Sekretariat, Direktorat Pendayagunaan, dan Direktorat Perencanaan), Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, BKPK dan Balai/Loka Litbangkes.
Kegiatan ini adalah persamaan persepsi semua pendamping mengenai instrumen yang akan digunakan. Terkait dengan peran pendamping memang itu sangat kompleks, sebagai perencana, pengarah/leader, perancang instrumen, fasilitator, edukator, dan cukup dominan adalah sebagai observer.
Pendamping akan melakukan assesment awal, wawancara mendalam, FGD, dan mengumpulkan dokumen serta observasi kegiatan. Pendamping juga akan menilai pelaksanaan alur dari empat kluster yang dikembangkan, yaitu kluster Manajemen, kluster Ibu, anak dan Remaja, kluster Usia produktif dan lansia dan kluster Penanggulangan penularan penyakit.
Rima Damayanti dari Direktorat Tata Kelola Masyarakat selaku narasumber yang memaparkan materi dengan topik Integrasi Layanan Puskesmas dan Posyandu Prima mengungkapkan latar belakang kenapa harus ada penguatan pelayanan primer, karena sebagian besar kasus kematian yang terjadi di Indonesia merupakan kasus yang dapat dicegah atau dicegah sebagian.
Selama ini terlihat untuk beban penyakit ini berbeda pada setiap usia. Pendekatan pelayanan pada setiap kelompok usia tidak bisa disamakan. Jadi harus berfokus pada penyebab kematian ataupun penyebab kesakitan terbesar pada setiap kelompok usia ini, dan pelayanannya juga harus difokuskan kepada pada siklus hidup dan tidak hanya berbasis kepada program. “Kita harus melihat bagaimana kebutuhan dari setiap siklus kehidupan ini,” tutur Rima.
Selain itu juga rerata capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2021 sangat jauh dari 100%. Bisa dilihat bahwa untuk pelayanan paling tinggi cakupan hanya ada pada pelayanan kesehatan ibu hamil dan ibu bersalin, sementara pelayanan lain sangat rendah hampir dibawah 50%. Mungkin salah satunya adalah penyebab dari pandemi COVID-19 memberi dampak yang cukup signifikan terhadap cakupan. “Tetapi yang harus diperkuat adalah bagaimana pelayanan kesehatan primer ini dapat menyediakan pelayanan yang sesuai SPM bagi seluruh masyarakat,” jelasnya lebih lanjut.
Kemudian latar belakang untuk struktur dan jejaring pelayanan primer belum sepenuhnya terintegrasi antara lain karena masih ada kendala dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan primer itu sendiri, seperti SDM, sarana dan prasarana, peralatan dan BLHP. Program masih berjalan sendiri-sendiri. Sampai saat ini kadang-kadang masih belum terintegrasi serta belum adanya Lembaga Kemasyarakatan Desa, seperti Posyandu sebagai salah satu LKD yang ada di setiap desa,
Sebetulnya masyarakat bisa membentuk suatu posyandu sesuai kebutuhan masyarakat. Tetapi selain itu keberadaan posyandu cukup banyak dan bervariasi ada posyandu lansia, posyandu remaja, dan PTM. Kader yang berbeda, kapasitas dan pelatihan juga berbeda.
Jika hal ini tidak disatukan dalam hal pengawasan dan juga interaksi antara posyandu satu dengan yang lain tidak terlalu terlihat. Posyandu diharapkan bisa memberikan pelayanan yang terintegrasi yang sesuai dengan siklus kehidupan. Jadi semuanya bisa terlayani, dan gambaran posyandu itu bukan hanya satu pelayanan saja.
Untuk Konsep Integrasi Layanan Primer salah satunya adalah transformasi layanan primer yakni adanya inovasi, yang jika semua terpenuhi ini dapat memberikan pelayanan primer yang prima dan diupayakan mencegah kesakitan, meningkatkan promotif dan preventif, sehingga nanti untuk penyakit-penyakit yang ada dihilir bisa lebih terminimalisir, karena kita memiliki primary health care yang kuat.
Pencegahan primer, salah satunya adanya imunisasi. Imunisasi ini akan menjadi 14 antigen dan mencakup seluruh Indonesia. Pencegahan sekunder ada skrining 14 penyakit disetiap sasaran usia, dan skrining stunting dan juga antenatal care (ANC) yang baik. Pencegahan sekunder untuk skrining ini sedang diupayakan dapat dibiayai oleh JKN. Jika sudah masuk dalam JKN diharapkan cakupan skrining dapat meningkat, tidak hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukan skrining atau medical chek up, sehingga hal ini dapat dilakukan untuk meningkatkan SDM, obat–obatan, serta sarana dan prasarana. Untuk fokus dari transformasi dari pelayanan kesehatan primer ini adalah bahwa akan melihat siklus hidup itu sebagai platform atau fokus dari integrasi pelayanan kesehatan sekaligus sebagai penguatan promosi dan pencegahan.

Pendekatan layanan kesehatan melalui jaringan tingkat desa. Harapannya setiap desa ada akses terhadap fasilitas ataupun pelayanan kesehatan. Menteri Kesehatan menginformasikan ada sekitar 300.000 unit penyedia pelayanan kesehatan primer yang dapat dengan mudah di akses. Karena saat ini masih berfokus pada Puskesmas yang baru ada 10.292 untuk 270 jt penduduk Indonesia. Hal ini tidak bisa menjangkau masyarakat seluruhnya. Harus ada jaringan-jaringan pelayanan kesehatan di tingkat desa sampai tingkat dusun sehingga semua dapat terakomodir ataupun dapat memperluas akses pelayanan kesehatan.
Untuk memperkuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), data akan dibuat secara digital. Jadi, ada pemantauan melalui dashboard untuk situasi kesehatan perdesa. Data kesehatan yang ada di wilayah puskesmas akan termonitor melalui dashboard PWS yang berguna untuk memberikan intervensi. Untuk langkah awal pilot ini, semua pelayanan akan terdata dan masuk melalui suatu sistem aplikasi yang terintegrasi, baik sistem yang di Puskesmas (dalam gedung), sistem yang ada di desa bahkan sampai di tingkat dusun, dan sampai ke kunjungan rumah (luar gedung). Semua data itu akan masuk, dan tercatat sebagai data dan akan dapat dilihat melalui dashboard sehingga itu mempermudahkan fungsi PWS di setiap wilayah. Harapannya status wilayah termonitor secara berkala.
Pembahasan materi instrumen dilaksanakan di hari kedua sampai dengan hari ketiga. Disela-sela paparan dan pembahasan materi instrumen, Trihono sebagai pakar sekaligus pembahas menyatakan transformasi yang sangat krusial adalah sistem informasi. Kalau sistem informasi sudah ada meskipun belum sempurna tidak apa-apa. Paling tidak yang prioritas itu sudah ada dan sangat membantu dalam pengelolaan. Kedua, kalau dilihat transformasinya secara makro jauh lebih biasanya, tapi skill masih kurang. “Untuk teman-teman daerah harus tahu betul, uji program ini seperti memperbaiki kapal yang sedang berlayar, memperbaiki hal-hal yang sudah ada dan berjalan,” ungkap Trihono.
Diakhir acara Chief Expert BKPK Anung Sugihantono memberikan arahan selama ini kerangka pikir Badan Litbangkes adalah hal yang benar, sebuah kerangka pikir yang scientific, yang semua pernyataan harus bisa dipertanggung jawabkan sampai dengan instrumen yang dibuat juga bisa dipertanggung jawabkan secara scientific, bukan sekedar aspek kebijakan.
Anung menjelaskan peran dari Provinsi ini akan menjadi bagian dari upaya perbaikan yang akan tertuang dalam sisi protokol pendampingan. Metode pendampingan adalah PAR maka semua tim harus mengerti dan mengetahui mulai dari konsep layanan yang ada mulai dari kluster 1 sampai 4 hingga posyandu prima yang ada di desa. Penting untuk mengetahui profil desa.
Tim harus satu suara, satu warna, saling mengisi, saling melengkapi jangan ada friksi di lapangan karena sekarang sudah menjadi satu kesatuan Kemenkes. (Penulis Yuliana)