Kemenkes Dorong Indonesia Mandiri Produksi Bahan Baku Obat Dalam Negeri

3728

Jakarta– Indonesia diharapkan dapat menghasilkan bahan baku obat (BBO) agar dapat menjadi pemain utama dan tuan rumah di negeri sendiri. Volume produksi obat di Indonesia yang besar membuat pemerintah berusaha mewujudkan kemandirian industri obat dan alat kesehatan di Indonesia.

“Memang fokusnya pada Renstra (Rencana Strategis) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah mengurangi ketergantungan bahan baku impor dalam produksi obat,” ujar I Gede Made Wirabrata, Kepala Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan dan Sumber Daya Kesehatan, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK). Hal tersebut diungkapnya dalam Dialog Kerjasama Membangun Jejaring Informasi Dalam Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Jumat (26/8) di Jakarta.

Lebih lanjut Wira menerangkan saat ini sektor farmasi di Indonesia masih bergantung pada produk maupun bahan baku impor. Lebih dari 90% bahan baku obat merupakan produk impor dengan nilai mencapai 30-35% dari total nilai bisnis farmasi nasional.

Ke depan, produksi obat di Indonesia akan diprioritaskan pada sepuluh bahan baku obat molekul obat terbesar (by value) produksi dalam negeri. “Memang sudah dihitung ini dari Direktoral Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan bahwa ini menjadi sesuatu yang penting untuk kita sikapi dan kita kembangkan ke depannya,” terang Wira.

Baca Juga  Pusjak PDK Gelar Santunan Anak Yatim Piatu

Jika dilihat rumusan masalahnya, Wira menjelaskan hal itu lebih kepada kesiapan dan daya saing industri dalam negeri. Langkah tersebut untuk mendukungan pemerintah dalam melakukan transformasi menuju sistem ketahanan kesehatan yang tangguh dengan menciptakan kemandirian kefarmasian dan alat kesehatan.

Namun, Wira mengingatkan untuk mewujudkannya dibutuhkan dukungan dan masukan dari lintas sektor. Diantaranya berupa regulasi yang mendukung pemenuhan kebutuhan sepuluh molekul obat produk dalam negeri. Termasuk dukungan dalam hal jaminan pasar dan roadmap penggunaan produk yang belum diproduksi oleh industri dalam negeri.

“Regulasi memang tidak hanya di Kementerian Kesehatan, ada regulasi di Badan POM tentunya. Ada TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di Kementerian Perindustrian,” ujar Wira.

Baca Juga  Menkes Budi: Ada Dua Akar Filosofi Transformasi Kesehatan

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Industri Farmasi dan Obat Tradisional Kementerian Perindustrian Arni Yusnita menyebutkan ada dua dasar pembinaan industri farmasi di Kementerian Perindustrian. Pertama, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035. Dalam PP disebutkan industri farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan termasuk jenis industri prioritas yang akan difokuskan sebagai salah satu penggerak utama perekonomian.

Dasar hukum kedua mengacu pada PP No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. “Kalau ini kita sedang reviu kembali untuk RPJM periode berikutnya, dimana industri farmasi ini termasuk dalam proyek prioritas strategis atau major project 4.0,” ungkap Arni.

Asisten Deputi Bidang Industri Kesehatan Kementerian BUMN Aditya Dhanwantara memberikan masukan agar kebijakan atau instrumen pemerintah dapat berlaku dalam periode yang lebih panjang.

Baca Juga  Mendorong Budaya Kerja Pusjak PDK yang Efektif dan Efisien

“Akan lebih baik kalau BBO ini untuk suatu periode yang lebih panjang, misalnya untuk sepuluh tahun. Karena di situ kita butuh kepastian untuk kegiatan pembangunan maupun feasibility pabriknya,” tutur Aditya.

Aditya juga mengusulkan agar pemerintah dapat mendukung BBO kimia dalam negeri. Dari sisi hilir adanya kepastian pasar domestik dan perlindungan pasar domestik. Sedangkan dari sisi hulu dilakukan mitigasi risiko investasi bagi BUMN.

Untuk sementara waktu pemerintah memberikan penugasan untuk pemenuhan bahan baku di dalam negeri sehingga Indonesia memang menjadi kuat. “Karena kalau kita lihat di dunia ini yang menguasai untuk bahan baku hanya dua negara, yaitu China dan India. Dan mereka dari sisi supporting (dukungan) ekosistem kelengkapan industrinya sangat baik dan ini yang sedang kita kejar,” tambah Aditya. (Penulis Ripsidasiona/Editor Fachrudin Ali)